SISTEM REPRODUKSI
Organ
reproduksi pada unggas adalah ovarium dan oviduct untuk unggas
betina dan testis untuk unggas jantan. Pada unggas betina organ reproduksi
bagian kiri yang berkembang normal dan berfungsi dengan baik (Nesheim et al.,
1972), tetapi untuk bagian kanan mengalami rudimeter (Sarwono, 1988).
Ayam Betina
Organ
reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium dan oviduct. Pada ovarium
terdapat banyak folikel dan ovum. Oviduct terdiri dari infudibulum,
magnum, ithmus, kelenjar kerabang telur dan vagina (Nalbandov, 1990).
Secara lengkap oviduct dan ovarium digambarkan oleh Nesheim et al.
(1979) seperti tampak pada gambar 18.
Ovarium
Ovarium
terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada
garis punggung sebagai penghasil ovum. Ovarium sangat kaya akan kuning telur
atau yang disebut yolk. Ovarium terdiri atas dua lobus besar yang banyak
mengandung folikel-folikel (Nalbandov, 1990). Ovarium biasanya terdiri dari 5
sampai 6 ovum yang telah berkembang dan sekitar 3.000 ovum yang belum
masak yang berwarna putih (Akoso, 1993).
Yolk merupakan
tempat disimpannya sel benih (discus germinalis) yang posisinya pada
permukaan dipertahankan oleh latebra. Yolk dibungkus oleh
suatu lapisan membran folikuler yang kaya akan kapiler darah, yang berguna
untuk menyuplai komponen penyusun yolk melalui aliran darah menuju discus
germinalis. Ovum juga dibungkus oleh suatu membran vitelina dan pada
ovum masak membran vitelina dibungkus oleh membran folikel. Bagian yolk
mempunyai suatu lapisan yang tidak mengandung pembuluh kapiler darah yang
disebut stigma. Pada bagian stigma inilah akan terjadi perobekan
selaput folikel kuning telur, sehingga telur akan jatuh dan masuk ke dalam
ostium yang merupakan mulut dari infundibulum (Nesheim et al., 1979).
Gambar 17.
Ovarium dari ayam petelur (Nesheim et al., 1979)
Perkembangan
kuning telur dimulai setelah oocyt (discus germinalis) berkembang
secara perlahan-lahan pada hari ke-10 sampai 8 sebelum ovulasi, dengan
adanya penimbunan zat-zat makanan. Pada hari ke- 7 sampai 4 sebelum ovulasi
pembentukan yolk terjadi sangat cepat. Pada hari ke-7 sampai 6 sebelum
ovulasi yolk, sebesar 1/10 kali yolk masak. Pada hari ke-6
sebelum ovulasi terjadi lapisan konsentris yolk dan diameter yolk
berkembang dari 6 sampai 35 mm. Lapisan konsentris terdiri dari lapisan putih
dan kuning yang dipengaruhi oleh perbedaan xanthophyl pakan dan periode
siang malam. Pada hari ke-4 sebelum ovulasi yolk sudah berebentuk
sempurna seperti pada yolk masak. Pada hari ke-3 penimbunan
komponen yolk mulai lambat dan berhenti sama sekali pada hari ke-1
sebelum ovulasi dengan diameter sekitar 40 mm (Nesheim et al., 1979).
Proses perkembangan folikel yolk ini dipengaruhi oleh hormon pituitari
setelah terjadinya kematangan seksual pada ayam betina (Nalbandov, 1990).
Ovarium
menghasilkan beberapa hormon pada saat perkembangannya, folikel-folikel pada
ovarium ini berkembang karena adanya FSH (Follicle-Stimulating Hormone)
yang diproduksi oleh kelenjar pituitari bagian anterior (Nesheim et al.,
1979). Anak ayam belum dewasa mempunyai oviduk yang masih kecil dan belum
berkembang sempurna. Perlahan lahan oviduk akan mengalami perkembangan dan
sempurna pada saat ayam mulai bertelur, dengan dihasilkannya FSH tersebut
(Akoso, 1993).
Setelah ayam
dewasa ovarium juga memproduksi hormon estrogen. Hormon estrogen memacu
pertumbuhan saluran reproduksi dan merangsang terjadinya kenaikkan Ca, protein,
lemak dan substansi lain dalam darah untuk pembentukan telur. Estrogen juga
merangsang pertumbuhan tulang pinggul dan brutu. Progresteron juga dihasilkan
oleh ovarium, yang berfungsi sebagai hormon releasing factor di
hipothalamus untuk membebaskan LH dan menjaga saluran telur berfungsi normal
(Akoso, 1993).
Oviduk
Oviduk
terdapat sepasang dan merupakan saluran penghubung antara ovarium dan uterus.
Pada unggas oviduk hanya satu yang berkembang baik dan satunya mengalami
rudimeter. Bentuknya panjang dan berkelok-kelok yang merupakan bagian dari ductus
Muller. Ujungnya melebar membentuk corong dengan tepi yang berjumbai
(Nalbandov, 1990). Oviduk terdiri dari lima bagian yaitu: infundibulum atau funnel,
magnum, ithmus, uterus atau shell gland dan vagina (Nesheim et al.,
1979).
Gambar 18.
Organ reproduksi ayam betina (Nesheim et al., 1979)
Oviduk
mempunyai struktur yang kompleks untuk menghasilkan bahan sekitar 40 g (10 g
padat dan 30 g air) dalam waktu sekitar 26 jam. Secara garis besar terdiri
lapisan perotoneal eksternal (serosa), lapisan otot longitudinal luar dan
sirkuler dalam, lapisan jaringan pengikat pembawa pembuluh darah dan syaraf,
serta lapisan mukosa yang melapisi seluruh duktus. Pada ayam muda mukosa
bersifat sederhana tanpa lekukan maupun lipatan. Pada saat mendekati dewasa
kelamin serta mendapat stimulus dari estrogen dan progresteron, maka oviduk
menjadi sangat kompleks dengan terbentuknya ikatan-ikatan primer, sekunder dan
tersier. Pada puncak aktivitas sekresinya, sel-sel menunjukkan bentuk
variasinya dari kolumner tinggi sipleks sampai kolumner transisional yang
memiliki silia. Oviduk unggas tidak dapat membedakan antara ovum dengan
benda-benda asing, sehingga akan tetap mensekresikan albumen, kerabang lunak
dan kerabang keras disekitar benda asing tersebut (Nalbandov, 1990).
Infundibulum. Infundibulum adalah bagian teratas dari oviduk dan
mempunyai panjang sekitar 9 cm (North, 1978). Infundibulum berbentuk seperti
corong atau fimbria dan menerima telur yang telah diovulasikan. Pada bagian
kalasiferos merupakan tempat terbentuknya kalaza yaitu suatu bangunan yang
tersusun dari dua tali mirip ranting yang bergulung memanjang dari kuning telur
sampai ke kutub-kutub telur (Nalbandov 1990). Pada bagian leher infundibulum
yang merupakan bagian kalasiferos juga merupakan tempat penyimpanan sperma,
sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina.
Penyimpanan ini terjadi pada saat kopulasi hingga saat fertilisasi
(Sastrodihardjo dan Resnawati, 1999).
Infundibulum
selain tempat ovulasi juga merupakan tempat terjadinya fertilasi. Setelah
fertilasi, ovum akan mengalami pemasakkan setelah 15 menit di dalam
infundibulum, dan dengan gerak peristaltik ovum yang terdapat pada yolk
akan masuk ke bagian magnum (Nesheim et al., 1979).
Magnum. Magnum
merupakan saluran kelanjutan dari oviduk dan merupakan bagian terpanjang
dari oviduk. Batas antara infundibulum dengan magnum tidak dapat terlihat dari
luar (Nalbandov, 1990). Magnum mempunyai panjang sekitar 33 cm dan tempat
disekresikan albumen telur. Proses perkembangan telur dalam magnum sekitar 3
jam (North, 1978).
Albumen
padat yang kaya akan mucin disekresikan oleh sel goblet yang terletak
pada permukaan mukosa magnum dan jumlah albumen yang disekresikan sekitar 40
sampai 50% total albumen telur.
Ithmus. Setelah
melewati infundibulum telur masuk ke dalam Ithmus. Antara ithmus dan
magnum terdapat garis pemisah yang nampak jelas yang disebut garis
penghubung ithmus-magnum (Nalbandov, 1990).
Panjang
ithmus sekitar 10 cm dan merupakan tempat terbentuknya membran sel (selaput
kerabang lunak) yang banyak tersusun dari serabut protein, yang berfungsi
melindungi telur dari masuknya mikroorganisme ke dalam telur (North, 1978).
Membran sel yang terbentuk terdiri dari membran sel dalam dan membran sel luar,
di dalam ithmus juga disekresikan air ke dalam albumen. Calon telur di dalam
ithmus selama 1,25 jam (Sastrodihardjo dan Resnawati, 1999).
Dua lapisan
membran sel telur saling berhimpit dan ada bagian yang memisah/melebar
membentuk bagian yang disebut rongga udara (air cell), air cell
akan berkembang mencapi 1,8 cm. Rongga udara bisa digunakan untuk mengetahui
umur telur dan besar telur (North, 1978).
Uterus. Uterus
merupakan bagian oviduk yang melebar dan berdinding kuat. Di dalam uterus
telur mendapatkan kerabang keras yang terbentuk dari garam-garam kalsium
(Nalbandov, 1990). Uterus (shell gland) mempunyai panjang sekitar
10 sampai 12 cm dan merupakan tempat perkembangan telur paling lama di dalam
oviduk, yaitu sekitar 18 sampai 20 jam (North, 1978).
Selain
pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan
disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding
uterus dan secara osmosis masuk ke
dalam membran sel. Pada uterus terjadi penambahan albumen antara 20 sampai 25%
(North, 1978).
Deposisi
kalsium sudah terjadi sebagian kecil di ithmus dan dilanjutkan di uterus.
Deposisi terjadi pada bagian inner shell, lapisan mammillary
(berupa kristal kalsit) yang membetuk lapisan material berongga. Komposisi komplit
dari kerabang telur berupa kalsit (CaCO3), dan sedikit sodium,
potasium dan magnesium (North, 1978).
Formasi
terbentuknya kerabang telur dengan adanya ketersediaan ion kalsium dan ion
carbonat didalam cairan uterus yang akan membentuk kalsium karbonat.
Sumber utama ion karbonat terbentuk karena adanya CO2 dalam darah
hasil metabolisme dari sel yang terdapat pada uterus, dan dengan adanya H2O,
keduanya dirombak oleh enzim carbonic anhydrase (dihasilkan pada sel
mukosa uterus) menjadi ion bikarbonat yang akhirnya menjadi ion karbonat
setelah ion hidrogen terlepas. Beberapa hubungan antara kalsium dalam darah, CO2
dan ion bikarbonat di dalam uterus dalam peristiwa pembentukan kerabang telur
dapat dilihat pada gambar 19. Untuk itu pada ayam petelur perlu diperhatikan
bahwa kebutuhan kalsium terutama harus disediakan pada pakan, karena jika
kekurangan kalsium akan mengambil dari cadangan kalsium pada tulang (Nesheim et
al., 1979).
Gambar 19. Pembentukan kerabang telur dalam uterus (Nesheim et al.,
1979)
Pembentukan
kerabang juga diikuti dengan pewarnaan kerabang. Warna dominan dari
kerabang telur adalah putih dan coklat,
yang pewarnaannya tergantung pada genetik setiap individu (North,
1978). Pigmen kerabang (oopirin) dibawa oleh darah (50 –70%) dan
disekresikan saat 5 jam sebelum peneluran. Pembentukan kerabang berakhir dengan
terbentuknya kutikula yang disekresikan sel mukosa uterus berupa material
organik dan juga mukus untuk membentuk lapisan selubung menyelimuti telur yang
akan mempermudah perputaran telur masuk ke vagina. Pada kutikula terdapat
lapisan porus yang berguna untuk sirkulasi air dan udara.
Vagina. Bagian akhir
dari oviduk adalah vagina dengan panjang sekitar 12 cm (North, 1978). Telur
masuk ke bagian vagina setelah pembentukan oleh kelenjar kerabang sempurna (di
dalam uterus). Pada vagina telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus
yang berguna untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat
dicegah. Kemudian telur dari vagina keluar melalui kloaka (Nalbandov, 1990).
Ayam Jantan
Organ
reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis (T), epididimis (Ep),
duktus deferens (D.d.) dan organ kopulasi pada kloaka (Cl), secara
lengkap ditunjukkan oleh Nesheim et al. (1972) pada gambar berikut:
Gambar
20. Organ reproduksi dan urinari pada ayam jantan (Nesheim et al., 1979)
Testis
Testis
berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung pada
bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang. Pada unggas
testis tidak seperti hewan lainnya yang terletak di dalam skrotum (Nesheim et
al., 1979). Fungsi testis menghasilkan hormon kelamin jantan disebut
androgen dan sel gamet jantan disebut sperma (Nalbandov,
1990).
Epididimis
Epididimis
berjumlah sepasang dan terletak pada bagian sebelah dorsal testis. Berfungsi
sebagai jalannya cairan sperma ke arah kaudal menuju ductus deferens.
Duktus
deferens
Jumlahnya
sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada ayam jantan tua tampak
berkelok-kelok. Letak ke arah kaudal, menyilang ureter dan bermuara pada kloaka
sebelah lateral urodeum.
Organ
kopulasi
Pada unggas
duktus deferens berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak pada
dinding dorsal kloaka. Papila kecil ini merupakan rudimeter dari organ kopulasi
(Nesheim et al., 1972).
Fertilasi
Fertilisasi
merupakan suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet yang berbeda,
yaitu sel gamet jantan dan betina untuk membentuk satu sel yang disebut zygote.
Secara embriologik fertilisasi merupakan pengaktifan sel ovum oleh sperma dan
secara genetik merupakan pemasukkan faktor-faktor hereditas pejantan ke ovum
(Toelihere, 1985).
Gambar
21. Fertilisasi pada ayam (Nuryati et al., 1998)
Hanya
beberapa lusin sel sperma yang dapat mendekati ovum dan hanya beberapa sperma
yang bisa masuk ke dalam zona pelusida yang akhirnya hanya satu buah sperma
yang bisa membuahi ovum (Nalbandov, 1990). Begitu pula pada unggas, setelah
terjadi perkawinan sperma akan mencapai infundibulum dan akan menembus membran
vitelina ovum untuk bertemu sel benih betina, sehingga terbentuk calon embrio.
Telur yang dibuahi disebut telur fertil dan telur yang tidak dibuahi disebut
telur infertil atau telur konsumsi (Nuryati et al., 1998).
Gambar 22. Perkawinan alami pada ayam (Nuryati et al., 1998)
Irama
Bertelur
Irama
bertelur merupakan suatu proses yang melibatkan sistem hormon dan sistem syaraf
karena adanya variasi panjang siang dan malam yang mempengaruhi ovulasi dan
peneluran. Lama penyinaran tertentu akan mempengaruhi sistem syaraf sehingga
mengakibatkan pelepasan hormon untuk merangsang terjadinya ovulasi. Ovulasi
merupakan suatu proses yang penting untuk suatu awal produksi telur
(Nesheim et al., 1979).
Pengaruh
Cahaya Terhadap Peneluran
Manajemen
pengaturan cahaya sangat mempengaruhi proses integral dalam produksi telur.
Pengaturan pemberian cahaya dalam manajemen ayam petelur dengan waktu 12 sampai
14 jam dalam satu hari yang terbagi menjadi waktu gelap dan waktu terang,
mengingat ayam mempunyai sifat sangat sensitif terhadap waktu penyinaran. Waktu
penyinaran ini mempengaruhi sifat mengeram, dewasa kelamin, periode bertelur,
produksi telur dan tingkah laku sosial perkawinan (Nesheim et al.,
1979).
Penerimaan
cahaya pada ayam akan mengakibatkan rangsangan terhadap syaraf pada syaraf
optik, yang dilanjutkan oleh syaraf reseptor ke hipothalamus untuk memproduksi hormone
releasing factor (HRS). Hormone releasing factor selanjutnya
merangsang pituitaria pars anterior untuk menghasilkan FSH dan LH. HRS
juga merangsang pituitaria pars posterior untuk menghasilkan oksitosin
(Nesheim et al., 1979).
Pengaruh
Hormon Terhadap Peneluran
FSH
berpengaruh terhadap perkembangan folikel pada ovarium sehingga mempunyai
ukuran yang tertentu. Pada saat perkembangan ovum FSH merangsang ovarium untuk
mensekresikan estrogen yang akan mempengaruhi perkembangan pematangan oviduk
untuk dapat mensekresikan kalsium, protein, lemak, vitamin, dan substansi lain
dari dalam darah untuk pembentukan komponen telur (Nesheim et al.,
1979). Hasil sekresi komponen telur tersebut akan mengakibatkan terjadinya
perkembangan telur pada oviduk, sehingga dihasilkan telur utuh di dalam oviduk
setelah didahului proses ovulasi (Nalbandov, 1990).
Ovum akan
berkembang terus sehingga terjadi pematangan ovum. Proses pematangan ovum
disebabkan adanya LH. Setelah ovum masak maka selaput folikel akan pecah dan
ovum jatuh ke dalam mulut infundibulum (peristiwa ovulasi), proses ovulasi ini
juga disebabkan peranan LH (Nalbandov, 1990).
Proses
pembentukan komponen telur di dalam oviduk berlangsung dengan adanya hormon
estrogen, juga terjadi pembentukan granula albumen oleh stimulasi dari hormon
androgen dan progresteron sampai tercapai telur sempurna (Nalbandov, 1990).
Setelah telur sempurna, maka pituitaria pars posterior akan
mensekresikan oksitosin yang merangsang oviduk sehingga terjadi ovoposition
dan merangsang uterus untuk mengeluarkan telur pada proses peneluran (Nesheim et
al., 1979).
Siklus irama
bertelur
Ayam
bertelur dengan irama bertelur, yaitu bertelur satu atau lebih pada hari
berurutan dan kemudian diikuti satu hari istirahat. Ayam bisa bertelur lima
butir atau lebih dalam satu irama bertelur atau disebut clutch
(Nalbandov, 1990).
Ovulasi biasa
terjadi pada siang hari, terutama pada jam-jam pagi dan jarang terjadi setelah
jam 15.00. Telur setelah ovulasi , sekitar 3,5 jam berada di magnum untuk
mendapat selubung albumen, 1,25 jam di ithmus dengan terbentuknya membran
kerabang dan 21 jam di uterus untuk terbentuknya kerabang keras. Sehingga
secara total dibutuhkan 25 sampai 26 jam untuk waktu pembentukan telur.
Ovulasi berikut pada satu irama bertelur terjadi 30 sampai 60 menit setelah ovoposition
sebelumnya. Jadi karena waktu ovulasi tidak terjadi secara teratur setiap
siklus 24 jam, maka waktu ovulasi pada hari berikutnya pada clutch yang
sama akan terlambat. Akhirnya akan semakin terlambat sampai mencapai jam 14.00
- 15.00. Bila batas waktu ini tercapai, maka akan terjadi penundaan ovulasi, sehingga
bertelurnya tertunda satu hari atau beberapa hari sebelum irama bertelur baru
dapat dimulai. Ovulasi pada irama bertelur baru terjadi pada pagi hari
(Nalbandov, 1990).
Ada beberapa
tipe clutch, yaitu reguler, ireguler dan kontinyu. Reguler terjadi apabila
jumlah telur dan jumlah hari istirahat dalam satu irama bertelur mempunyai
jumlah yang sama. Ireguler terjadi apabila jumlah telur dan jumlah hari
istirahat dalam satu irama bertelur tidak sama. Kontinyu terjadi jika
terjadi pengulangan jumlah telur dan satu hari istirahat yang sama pada satu
irama peneluran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada keterangan berikut:
1.
Reguler: + +
+ - - + + + - - + + + dst.
2.
Ireguler: +
+ + + - - + + + - - + + + + + dst.
3.
Kontinyu: +
+ + + + - + + + + + - + + + + + dst.
Keterangan:
+ à telur.
- à waktu istirahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar