Senin, 30 April 2012

Makalah Upacara Tabuik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Dalam perkembangan zaman yang begitu pesat dewasa ini maka budaya kita kian terpinggirkan oleh masuknya berbagai budaya asing yang begitu deras yang mengancam bertahannya budaya yang kita miliki, maka perlu adanya suatu tindakan nyata yang merupakan bentuk upaya mempertahankan atau bahkan mempromosikan budaya kita untuk dijadikan sebagai ikon tersendiri bagi uatu daerah tertentu, misalnya ponorogo yang terkenal dengan reog ponorogo, bali yang terkenal dengan tari pendetnya, jogja yang terkenal dengan kota pendidikannya, Jakarta sebagai kota metropolitannya,dan kota kota lain yang bisa dijadikan sebagai media promosi dan berkembangnya suatu daerah. Oleh sebab itu peran pemerintah sangat di perlukan dalam mempromosikan budaya Indonesia sehingga dapat menjadi daya tarik wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. B. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan penulisan Makalah in adalah sebagai berikut : 1. Ingin mengetahui sejarah Upacara Tabuik 2. Makna dan Fungsi yang terkandung dalam Upacara Tabuik 3. Di gunakan untuk apa Upacara Tabuik tersebut. 4. Sedikit mengulas seluk – beluk Upacara Tabuik. BAB II PEMBAHASAN A. SEJARAH TABUIK Dalam sejarah Pariaman, Tabuik pertama kali diperkenalkan serdadu Tamil yang menjadi bagian pasukan Inggris pimpinan Thomas Stamfort Raffles. Saat itu Inggris menguasai Bengkulu tahun 1826. Pasukan Tamil yang kebayakan Muslim setiap tahun menggelar pesta Tabuik dimana di Bengkulu bernama "Tabot". Kegiatan ini kemudian diikuti pula oleh masyarakat yang ada di Bengkulu dan meluas hingga ke Panian, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh, Meulauboh dan Singkil. Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-persatu hilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat yaitu Bengkulu dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan Tabuik. Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura. Sebaliknya Belanda berhak atas daerah-daerah jajahan Inggris di Indonesia termasuk Bengkulu dan wilayah Sumatera lainnya. Serdadu Inggris harus meninggalkan Bengkulu, namun pasukan Tamil yang mayoritas Muslim memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat yang saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat pulau Sumatera. Karena pasukan Tamil mayoritas Muslim, mereka diterima masyarakat Pariaman yang memeluk Islam. Terjadilah pembauran sosial-budaya. Salah satu pembauran budaya ditunjukkan oleh Pesta Tabuik. Bahkan Tabuik akhirnya menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga Pariaman. Di Pariaman, kemudian tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk Tabuik Adat. Namun, seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang untuk menyaksikannya, tahun 1974 pengelolaan tabuik diambil alih oleh pemerintah daerah setempa t dan dijadikan Tabuik Wisata. B. TABUIK DI PARIAMAN Kota Pariaman berada di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tepatnya di pesisir pantai Laut Hindia, sebelah utara kota Padang. Pariaman adalah sebuah nama yang berarti “daerah yang aman”, memiliki luas wilayah 73,36 kilometer persegi. Di daerah ini ada suatu pesta adat yang disebut dengan tabuik, menyuguhkan atraksi budaya bernuansa Islami yang telah melegenda. Festival Tabuik adalah perayaan memperingati Hari Asyura (10 Muharam) yaitu mengenang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad Saw yaitu Saidina Hassan bin Ali yang wafat diracun serta Saidina Husein bin Ali yang gugur dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Iraq tanggal 10 Muharam 61 Hijrah (681 Masehi). Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu, tubuh Imam Husain yang sudah wafat dirusak dengan tidak wajar. Kepala Imam Husein dipenggal oleh tentara Muawiyah. Kematian Imam Husein diratapi oleh kaum Muslim terutama Muslim Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Tradisi mengenang kematian cucu Rasulullah tersebut menyebar ke sejumlah negara dengan cara yang berbeda-beda. Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa tersebut juga diadakan di Bengkulu. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam setelah Imam Husain meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dan malah mengangkat Jazid yaitu anaknya sebagai putera mahkota. Sebagian Muslim percaya jenazah Husain diusung ke langit menggunakan Bouraq dengan peti jenazah yang disebut Tabot. Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik. Awalnya Tabuik sebagai simbol ritual bagi pengikut Syi’ah untuk mengumpulkan potongan-potongan tubuh Imam Husein dan selama ritual itu para peserta berteriak “Hayya Husein, hayya Husein” atau yang berarti “Hidup Husein, hidup Husein”. Akan tetapi, di Pariaman teriakan tersebut telah berganti dimana para pengusung dan peserta Tabuik akan berteriak “Hoyak Hussein, hoyak Hussein” sambil menggoyang-goyangkan menara Tabuik yang berbentuk menara dan bersayap serta sebuah kepala manusia. Festival Tabuik masuk kalender acara wisata Sumatra Barat dan kalender acara wisata nasional. Puluhan ribu orang dari pelosok Sumatra Barat dan perantau datang ke Pariaman hanya ingin melihat Festival Tabuik selama 14 hari. Upacara tabuik dapat dihadiri hingga sekitar 6.000 orang per hari dan 90.000 orang saat puncak acara. Acara Tabuik di Pariaman dan Ta’ziyeh di Iran memiliki kesamaan ritual yaitu untuk memperingati kematian Imam Hussein. Dalam perayaan ini masyarakat menyaksikan dua buah tabuik atau keranda setinggi 13 hingga 15 meter yang masing-masing diangkat oleh 20 lelaki. Mereka menggoyang-goyang, memutar-mutar, dan mengarak tabuik dari pusat kota menuju pantai. Lalu, pemain gendang tasa menepuk irama, mengiringi setiap liukan tabuik, dentamnya membangkitkan semangat. Di antara irama gendang terselip teriakan keras “Hoyak Hussein”. Kata tabuik yang berasal dari bahasa Arab dapat mempunyai beberapa pengertian. P ertama, tabuik diartikan sebagai ‘keranda’ atau ‘peti mati’. Pengertian yang lain mengatakan bahwa tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah. Tabut pada mulanya sebuah peti kayu yang dilapisi dengan emas sebagai tempat penyimpanan manuskrip Taurat yang ditulis di atas lempengan batu. Akan tetapi, Tabuik kali ini tidak lagi sebuah kotak peti kayu yang dilapisi oleh emas. Namun, yang diarak oleh warga Pariaman adalah sebuah replika menara tinggi yang terbuat dari bambu, kayu, rotan, dan berbagai macam hiasan. Puncak menara adalah sebuah hiasan yang berbentuk payung besar, dan bukan hanya di puncak, di beberapa sisi menara hiasan berbentuk payung-payung kecil juga terpasang berjuntai. Tidak seperti menara lazimnya, bagian sisi-sisi bawah Tabuik terkembang dua buah sayap. Di antara sisi-sisi sayap itu, terpasang pula ornamen ekor dan sebuah kepala manusia sepertinya wajah wanita lengkap dengan kerudung. Bambu-bambu besar menjadi pondasi sekaligus tempat pegangan untuk mengusung Tabuik yang terlihat kokoh dan sangat berat. Butuh banyak pria untuk mengangkatnya dan butuh banyak kucuran keringat untuk mengoyaknya. Tradisi Tabuik telah terpelihara sejak 1829 oleh warga Pariaman. Perayaan Tabuik diselenggarakan setiap 1 hingga 10 Muharam. Ada beberapa versi mengenai asal-usul perayaan tabuik di Pariaman. Versi pertama mengatakan bahwa tabuik dibawa oleh orang-orang Arab (Muslim Syiah) yang datang ke Pulau Sumatera untuk berdagang. Sedangkan, versi lain berdasarkan catatan Snouck Hurgronje mengatakan bahwa tradisi Tabuik masuk ke Indonesia melalui dua gelombang. Gelombang pertama sekitar abad 14 M, tatkala Hikayat Muhammad diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu. Melalui buku itulah ritual tabuik dipelajari Anak Nagari. Sedangkan, gelombang kedua tabuik dibawa oleh tentara Cipei/Sepoy dari India penganut Islam Syiah yang dipimpin oleh Imam Kadar Ali. Pasukan itu berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu ketika menguasai Bengkulu dari tangan Belanda sesuai Traktat London, 1824. Dalam sejarah Pariaman, Tabuik pertama kali diperkenalkan serdadu Tamil yang menjadi bagian pasukan Inggris pimpinan Thomas Stamfort Raffles. Saat itu Inggris menguasai Bengkulu tahun 1826. Pasukan Tamil yang kebayakan Muslim setiap tahun menggelar pesta Tabuik dimana di Bengkulu bernama "Tabot". Kegiatan ini kemudian diikuti pula oleh masyarakat yang ada di Bengkulu dan meluas hingga ke Panian, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh, Meulauboh dan Singkil. Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-persatu hilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat yaitu Bengkulu dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan Tabuik. Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura. Sebaliknya Belanda berhak atas daerah-daerah jajahan Inggris di Indonesia termasuk Bengkulu dan wilayah Sumatera lainnya. Serdadu Inggris harus meninggalkan Bengkulu, namun pasukan Tamil yang mayoritas Muslim memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat yang saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat pulau Sumatera. Karena pasukan Tamil mayoritas Muslim, mereka diterima masyarakat Pariaman yang memeluk Islam. Terjadilah pembauran sosial-budaya. Salah satu pembauran budaya ditunjukkan oleh Pesta Tabuik. Bahkan Tabuik akhirnya menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga Pariaman. Di Pariaman, kemudian tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk Tabuik Adat. Namun, seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang untuk menyaksikannya, tahun 1974 pengelolaan tabuik diambil alih oleh pemerintah daerah setempat dan dijadikan Tabuik Wisata. C. MENGENAL UPACARA TABUIK Pesta Tabuik ini, dulu dikenal sebagai ritual tolak bala, yang diselenggarakan setiap tanggal 1-10 Muharram. Tabuik dilukiskan sebagai "Bouraq", binatang berbentuk kuda bersayap, berbadan tegap, berkepala manusia seperti wanita cantik, yang dipercaya telah membawa arwah Hasan dan Husein ke surga. Dengan dua peti jenazah yang berumbul-umbul seperti payung mahkota, tabuik tersebut memiliki tinggi antara 10-15 meter. Puncak Pesta Tabuik adalah bertemunya Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Kedua tabuik itu dihoyak dengan ditingkahi alat musik tambur dan gendang tasa. Petang hari kedua tabuik ini digotong menuju Pantai Gondoriah, dan menjelang matahari terbenam, kedua tabuik dibuang ke laut. Dikisahkan, setelah tabuik dibuang ke laut, saat itulah kendaraan bouraq membawa segala arak-arakan terbang ke surga. Selama sepuluh hari (1-10 Muharam), digelar pula berbagai penampilan seni budaya anak Nagari Pariaman, yakni Rabab Pariaman, Gandang Tassa, Randai, Lomba Baju Kuruang, Puisi dan Tari Minang. Selain itu digelar bazar dan pameran aneka produk usaha kecil dan menengah serta komoditi ekspor dari Pariaman. Ratusan ribu pengunjung berdatangan selama pesta "Tabuik", baik wisatawan Nusantara maupun mancanegara. Pembukaan Pesta Tabuik ditandai Pawai Taaruf oleh ribuan pelajar dan masyarakat yang mengintari kota. Setelah Pawai Taaruf, pesta pun dimulai. Selama pesta yang lamanya 10 hari ada pertunjukan-pertunjukan lain, seperti Pawai tasawuf, pengajian yang melibatkan ibu-ibu dan murid-murid Tempat Pengajian Al Quran (TPA) dan madrasah se-Pariaman, grup drum band, tari-tarian, musik gambus, dan bahkan atraksi debus khas Pariaman. Menyertai acara pembukaan pada hari pertama juga digelar Festival Anak Nagari (permainan tradisional Pariaman), festival Tabuik Lenong dan diakhir pawai Muharam mengelilingi Kota Pariaman. Malam harinya digelar hiburan musik gambus di Lapangan Merdeka yang dihadiri ribuan penonton. Hari kedua, pembuatan Tabuik dimulai dengan pembuatan kerangka dasar Tabuik dari bahan kayu, bambu, dan rotan. Malam harinya, digelar kesenian tradisional "Randai". Hari ketiga pengerjaan kerangka dasar Tabuik dilanjutkan, sedangkan di lapangan digelar kesenian organ tunggal menampilkan penyanyi-penyanyi lokal. Tanggal 4 Muharram selain melanjutkan pembuatan kerangka dasar Tabuik juga mulai dipersiapkan pembuatan kerangka Bouraq dan malam harinya warga Pariaman dihibur dengan film layar tancap di lapangan Merdeka. Tabuik merupakan keranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan dan bambu dengan tinggi mencapai 15 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah dan atas Tabuik nantinya akan disatukan dengan cara bagian atas diusung secara beramai-ramai untuk disatukan dengan bagian bawah. Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Untuk menambah semangat para pengusung Tabuik akan diiringi dengan musik gendang tasa. Gendang tasa adalah sebutan bagi kelompok pemain gendang yang berjumlah tujuh orang. Mereka bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat). Gendang ini ada dua jenis. Jenis pertama disebut tasa didiang. Jenis ini dibuat dari tanah liat yang diolah sedemikian rupa, kemudian dikeringkan. Tasa didiang ini harus dipanaskan sebelum dimainkan. Jenis gendang kedua adalah yang terbuat dari plastik atau fiber dan dapat langsung dimainkan. Setelah penyatuan tabuik selesai, kedua tabuik yang merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan berperang dipajang berhadap-hadapan. Menjelang sore penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat), dikerumuni ratusan ribu orang, kedua tabuik itu diarak keliling Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibawa oleh delapan orang pria. Menjelang senja, kedua tabuik dipertemukan kembali di Pantai Gondoriah. Pertemuan kedua tabuik di Pantai Gondariah ini merupakan acara puncak dari upacara tabuik, karena tidak lama setelah itu keduanya akan diadukan (sebagaimana layaknya perang di Karbala). Menjelang matahari terbenam kedua tabuik dibuang ke laut yaitu Pantai Gondoriah. Prosesi pembuangan tabuik ke laut merupakan suatu bentuk kesepakatan masyarakat untuk membuang segenap sengketa dan perselisihan antar mereka. Selain itu, pembuangan tabuik juga melambangkan terbangnya buraq yang membawa jasad Husein ke Surga. Pantai Gondoriah merupakan tempat yang popular di kota Pariaman dan saat prosesi pembuangan itu dijubeli oleh ribuan manusia. D. PEMBUATAN TABUIK Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh aliran sungai yang membelah Kota Pariaman. Kelompok Tabuik Pasar terdiri dari gabungan 12 desa yang ada di kota Pariaman, sementara kelompok Tabuik Subarang terdari dari gabungan 14 desa lainnya. Dahulu, selama berlangsungnya pesta tabuik selalu diikuti dengan perkelahian antara warga dari daerah Pasar dan Subarang. Bahkan, ada beberapa pasangan suami-isteri yang berpisah dan masing-masing kembali ke daerah asalnya di Subarang dan Pasar. Setelah upacara tabuik berakhir, suami-istri tersebut kembali berkumpul dalam satu rumah. Walaupun korban terluka parah dalam perkelahian, namun ketika acara berakhir mereka bersatu kembali, sehingga suasana kembali tenang dan damai seperti semula. Tabuik dibuat secara bersama-sama dan melibatkan ahli budaya dan sejarah, serta tokoh masyarakat. Masyarakat berkelompok dan saling bahu-membahu untuk membuat Tabuik dan mengaraknya. Pembuatan tabuik ini memakan biaya puluhan juta rupiah. Tabuik dibuat oleh kedua tempat ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas dan bawah yang tingginya dapat mencapai 15 meter. Bagian atas mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia berambut panjang. Kuda itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas. Kuda tersebut adalah simbol Bouraq, kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat dan digunakan saat Isra' Miraj Nabi Muhammad Saw. Buraq dipercaya membawa Imam Hussein ke langit. Bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar. Pada gapura itu ditempelkan motif ukiran khas Minangkabau. Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan bungo salapan atau delapan bunga berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Puncak Tabuik dihiasi payung besar yang dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih. Kaki Tabuik terdiri dari empat kayu balok bersilang dengan panjang sekitar 20 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan menghoyak Tabuik yang dilakukan sekitar 100 orang dewasa. E. SUSUNAN UPACARA TABUIK Dari sepuluh hari itu, di setiap harinya terdapat acara yang sangat sakral. Dimulai dari pembuatan ‘tabuik’ yang berbentuk seperti keranda dan bouraq hingga proses pelepasan ‘tabuik’ ke pantai. Dalam perayaan ‘tabuik’ terbagi menjadi dua perayaan yaitu ‘tabuik’ pasa (balai) dan ‘tabuik’ subarang. Pasa (balai) ialah daerah utama di Pariaman, yang dimana menjadi pusat kota. Subarang merupakan daerah Pariaman yang berada di samping Pasa (balai). Kedua bagian kota ini terpisah oleh sungai yang membelah Pariaman. Berikut pembagian urutan acara perayaan ‘tabuik’ menurut ayahanda saya, Ir. Soldi, yang sudah berpuluh – puluh tahun mengikuti tradisi ‘tabuik’ ini: 1. Upacara ‘Mambue Daraga’ ‘Daraga’ adalah sebuah rumah yang dibuat khusus untuk mempersiapkan ‘tabuik’. Rumah ini terbuat dari bahan – bahan yang tradisional seperti bambu dan tambang. Biasanya ‘daraga’ dibuat tiga hari sebelum memasuki bulan muharam. Masyarakat Pariaman membuat dua ‘daraga’, yaitu ‘daraga’ pasa (balai) dan ‘daraga’ subarang. ‘Daraga’ akan terlihat seperti benteng yang berbentuk segi empat. Ukuran ‘daraga’ lima kali lima meter. ‘Daraga’ akan dikelilingi oleh kain putih. 2. Upacara ‘Maambiak Tanah’ Prosesi ini biasanya dilaksanakan oleh seorang laki – laki yang berasal dari keluarga pengurus ‘tabuik’. Sang pengambil tanah ini memakai kain putih. Kain putih ini berarti kejujuran dari kepemimpinan Husein. Prosesi ini dilakukan pada sore hari tanggal 1 Muharam. Dalam prosesi ini terbagi kedalam dua kelompok, yaitu kelompok ‘tabuik’ Pasa (balai) dan kelompok ‘tabuik’ Subarang. Prosesi ini akan diiringi aloh arak – arakan yang ditemani dengan dentuman gandang tasa. Prosesi ini dilakukan dengan mengambil segumpal tanah dari dasar sungai. Pengambilan tanahnya harus di anak sungai yang berbeda dan berlawan arah antara kelompok Pasa (balai) dan kelompok Subarang. Pangambilan tanah ini bukanlah hanya mengambil tanah saja. Tetapi ini merupakan simbol dari pengambilan jasad Hasan – Husein yang mati syahid. Tanah yang telah diambil tersebut lalu dibungkus dengan kain putih yang bersih. Hal tersebut seolah – seolah seperti mengafani jasad dari Hasan – Husein. Selanjutnya tanah tersebut diletakkan dalam sebuah periuk yang indah. Periuk yang telah berisikan tanah tadi dibungkus kembali dengan kain putih yang bersih. Setelah itu disimpan di ‘daraga’. 3. Upacara ‘Manabang Batang Pisang’ Prosesi ini dilakukan pada tanggal 5 Muharam. Pada tengah malam orang – orang kampung akan pergi ke hutan beramai- ramai. Mereka akan mencari pohon pisang, yang kemudian ditebas. Dalam prosesi ini batang pohon pisang harus terpotong dalam satu tebasan. Yang menebas batang pisang haruslah laki – laki yang menggunakan semacam baju silat. Untuk menebasnya, biasanya penebas menggunakan pedang yang sudah diasah agar tajam setajam – tajamnya. Kemudian batang pisang tersebut dibawa ke ‘deraga’. Sesampainya di ‘deraga’ ditanamkan dekat dengan pusara.. Prosesi ini melambangkan apa yang dilakukan oleh musuh – musuh Allah terhadap Hasan – Husein. 4. Upacara ‘Maatam Panja’ Prosesi ini dilakukan pada tanggal 7 Muharam oleh penghuni ‘daraga’. ‘Maatam panja’ ini dilakukan setelah shalat Dzuhur. Prosesi ini dilakukan dengan cara mengitari ‘daraga’ sambil membawa peralatan untuk ‘tabuik’ seperti panja (jari), pedang, dan sorban. Mereka mengelilingi ‘daraga’ sambil menangis terisak – isak. Prosesi ini merupakan tanda kesedihan mereka yang mendalam atas syahidnya Hasan – Husein. 5. Upacara ‘Maarak Panja’ Prosesi ini dilakukan pada tanggal 7 Muharam, hari yang sama dengan upacara ‘maatam panja’. Panja merupakan sebuah kubah yang terbuat dari kertas kaca dan bingkai bambu. Kertas ini di gambari dengan tangan dengan jari – jari yang putus. Di dalam panja diberikan lilin. Panja akan diarak keliling kampung. Kelompok ini akan memperlihatkan kepada seluruh masyarakat bagaimana kesedihan mereka. Dan ini meruapakan perlambangan bahwa jari – jari Hasan – Husein telah dipotong oleh musuh. Mereka akan menceritakan bagaiman kezaliman sang penguasa, Yazid bin Muawiyah, terhadap Hasan – Husein. Mereka keliling kampung dengan diiringi oleh gandang tasa dan ‘tabuik lenong’. ‘Tabuik lenong’ adalah sebuah miniatur ‘tabuik’ yang diletakkan diatas kepala seorang pria. 6. Upacara ‘Maarak Sorban’ Prosesi ini dilakukan pada keesokan harinya, yaitu tanggal 8 Muharam. Prosesi ini tidak jauh beda dengan prosesi yang sebelumnya, ‘maarak panja’. Rombongan akan keliling kampung. Memperlihatkan bagaimana kejamnya perlakuan penguasa saat itu, Yazid bin Muawiyah, kepada cucu nabinya sendiri, Hasan – Husein. Diiringi dengan tabuhan gandang tasa dan diikuti oleh pria yang mengenakan ‘tabuik lenong’. Prosesi ini melambangkan bahwa kepala dari Hasan – Husein telah dipenggal bak hewan. 7. Upacara ‘Tabuik Naik Pangke’ Prosesi ini berada di hari utama yaitu tanggal 10 Muharam. ‘Tabuik naik pangke’ dilaksanakan pada pagi hari. Pada pagi hari ‘tabuik’ dari kedua wilayah, Pasa (balai) dan Subarang, akan dikeluarkan dari rumahnya. Kedua ‘tabuik’ itu akan diarak hingga bertemu. Setelah bertemu tabuik pun akan dipasangkan menjadi satu kesatuan ‘tabuik’ yang utuh. 8. Upacara ‘Hoyak Tabuik’ Prosesi ini merupakan yang paling meriah. ‘Tabuik’ diarak oleh rombongan ke Pantai Gandoriah untuk dihanyutkan. Sudah menjadi kepercayaan sisa – sisa dari ‘tabuik’ dapat menjadi jimat agar larisnya dagangan. Oleh sebab itu, ‘tabuik’ langsung diserbu oleh warga. F. TANGGAL PELAKSANAAN TABUIK Beberapa hari sebelum pesta Tabuik dimulai, terlebih dahulu masing - masing rumah mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan di dalamnya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan Daraga. Fungsi daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual, merupakan tempat pelaksanaan maatam. Aktivitas mengambil tanah dilakukan pada petang hari tanggal 1 Muharam. Pengambilan tanah tersebut dilakukan dengan suatu arak - arakan yang dimeriahkan bebunyian gandang tasa. Mengambil tanah dilaksanakan oleh dua kelompok Tabuik yaitu kelompok Tabuik Pasa dan kelompok Tabuik Subarang. Masing-masing kelompok mengambil tanah pada tempat (anak sungai) yang berbeda dan berlawanan arah. Tabuik Pasa berada di desa Pauah, sedangkan Tabuik Subarang berada di desa Alai Galombang yang berjarak lebih kurang 600 meter dari rumah Tabuik. Pengambilan tanah dilakukan oleh seorang laki-laki berjubah putih, melambangkan kejujuran Hosen. Tanah itu dibawa ke daraga sebagai simbol kuburan Hosen. Pada tanggal 5 Muharram dilaksanakan penebangan batang pisang. Ini sebuah cerminan dari ketajaman pedang yang digunakan dalam perang menuntut balas atas, kematian Hosen. Penebangan batang pisang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan berpakaian silat. Batang pisang tersebut harus putus sekali pancung. Tanggal 7 Muharam dilakukan prosesi maatam. Kegiatan ini dilakukan selesai sholat Dzuhur oleh pihak keluarga penghuni rumah Tabuik. Secara beriringan mereka berjalan mengelilingi daraga sambil membawa peralatan Tabuik seperti jari-jari, sorban, pedang sambil menangis. Sebagai pertanda kesedihan yang dalam atas kematian Hosein. Pada tanggal yang sama ada tradisi maarak panja merupakan kegiatan tiruan membawa jari tangan Hosein yang tercincang untuk diinformasikan kepada masyarakat bukti kekejaman seorang raja yang zalim. Peristiwa itu dimeriahkan dengan hoyak Tabuik lenong, sebuah Tabuik berukuran kecil yang diletakkan diatas kepala seorang laki-laki sambil diiringi oleh gandang tasa. Peristiwa maarak saroban dilakukan tanggal 8 muharram, bertujuan mengabarkan kepada anggota masyarakat ihwal penutup kepala Hosein yang terbunuh dalam perang karbala. Hampir serupa dengan peristiwa maarak panja, kegiatan ini juga diiringi dengan membawa miniatur Tabuik lenong dan gemuruh gandang tasa sambil bersorak sorai. Pada dinihari tanggal 10 muharram menjelang fajar, dua bahagian Tabuik yang telah siap dibangun di pondok pembuatan Tabuik mulai disatukan menjadi Tabuik utuh. Peristiwa ini diberi nama Tabuik naik pangkat, selanjutnya seiring matahari terbit, Tabuik diarak ke jalan, dihoyak sepanjang hari tanggal 10 muharram setiap tahunnya. Tanggal 10 Muharam dari jam 09.00 WIB, Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang disuguhkan pada pengunjung pesta Tabuik sebagai hakekat peristiwa perang karbala dalam sejarah Islam. Acara hoyak Tabuik akan berlangsung hingga sore hari. Secara perlahan Tabuik diusung menuju pinggir pantai seiring turunnya matahari. Tepat pukul 18.00 WIB, senja hari, tatkala sunset memancarkan sinar merah tembaga, akhirnya masing-masing Tabuik dilemparkan ke laut oleh kelompok anak nagari Pasa dan Subarang di tengah kerumunan pengunjung dari seluruh nusantara, bahkan dari mancanegara, yang hanyut oleh rasa haru. Maka selesailah prosesi pesta Tabuik yang tahun ini bakal digelar oleh Pemkab Padang Pariaman( minangkabauonline). BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Nilai budaya yang terkandung dalam upacara tabuik dari dahulu sampai sekarang masih berlaku dalam masyarakat, sekalipun masyarakat sudah mengalami perubahan akibat kemajuan tekhnologi. Nilai-nilai luhur tersebut masih menjadi peoman bagi mereka dalam melakukan aktiitas sehari-hari. Adapun nilai-nilai yang terpenting dalam rangkaian upacara tabuik seperi berikut : Pertama nilai kearifan, disini terlihat bahwa masyarakat pendukungnya masih mempertahankan nilai itu. Dimana setiap memulai dan mengakhiri suatu pekerjaan tetap diikuti dengan pembacaan doa atau mantra. Kedua, nilai sosial yaitu suatu aturan, norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering membutuhkan orang lain, sekecil apapun pekerjaan yang akan dilakukan tetap melibatkan orang lain. Ketiga, nilai seni, berkaitan dengan kreatifitas masyarakat pendukungnya. Nilai seni yang tercermin dalam upacara tabuik adalah seni musik dan seni lukis. Selain berfungsi sebagai nilai budaya, upacara tabuik juga mempunyai fungsi sosial dan fungsi spiritual yang sangat penting bagi masyarakatnya. Fungsi sosial upacara tabuik adalah sebagai norma-norma sosial, sarana komunikasi, sarana pengendali sosial dan interaksi, untuk mewujudkan keseimbangan hubungan antara sesame anggota masyarakat. Sedangkan fungsi spiritual yaitu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT untuk memhon ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan hidup lahir dan bathin. Fungsi-fungsi ini tidak mengalami kemunduruan, tetapi semakin berkembang. Perkembangan tersebut terlihat dengan dijadikannya upacara tabuik sebagai salah satu objek wisata budaya. Sebagai salah satu objek wisata budaya, upacara tabuik banyak diminati oleh para wisatawan asing maupun domestic. DAFTAR PUSTAKA Udin Kuriak. " Minang Forum MinangKabau Sejarah Minangkabau Info Sejarah Tabuik Piaman” ON. 10-25-2010 01:48 PM . Ricky.Sikumbang. " Home / Casciscus / The Lounge [ Wisata ] Tabuik Pariaman yang Mendunia” ON. 07-08-2011, 11:04 PM. . Indonesia.Trave." Beranda » Pariaman: Tempat Berlangsungnya Perayaan Festival Tabuik » Tabuik di Pariaman “ ON. 07-08-2010, 09:04 PM. . Akrie Maulana." Beranda » Tradisi Tabuik Di Pariaman, Sumatera Barat » Tradisi Tabuik Di Pariaman, Sumatera Barat “ ON. 07-04-2011, 11:24 PM. . Blog.Ugm." Panduan Menggunakan Blog UGM » Uncategorized » Tradisi Tabuik Di Pariaman » Tradisi Tabuik Di Pariaman “ ON. 24-04-2010, 08:24 PM. . Arvonceda." Youtube » Travel & Events » Tabuik Piaman BKSNT- Padang » Potongan yang di ambil dari dokumentasi “ ON. 29-07-2009, 07:24 PM. . DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1 B. Tujuan Penulisan 2 BAB II PEMBAHASAN 3 A. Sejarah Tabuik 3 B. Tabuik Di Pariangan 4 C. Mengenal Upacara Tabuik 8 D. Pembuatan Tabuik 10 E. Susunan Upacara Tabuik 11 F. Tanggal Pelaksanaan Tabuik 15 BAB III PENUTUP 17 A. Kesimpulan 17 DAFTAR PUSTAKA 18 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ MENGENAL TRADISI TABUIK” Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Pendidikan Multikultural yang ditugaskan oleh Ibu Liastutik selaku dosen Pendidikan Multikultural. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada : 1. Ibu Liastutik selaku dosen Pendidikan Multikultural yang telah memberikan tugas. Sehingga kami dapat sedikit memahami akan penyusunan makalah ini yang berkaitan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. 2. Rekan – rekan semua di Universitas Kanjuruhan Malang. 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin. Malang, 09 April 2012 Penulis PENDIDIKAN MULTIKULTURAL MENGENAL TRADISI UPACARA ” T A B U I K ” Oleh : SITI ZUBAIDA EDY PERMADI AGIL HILDA UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG

2 komentar:

  1. Bagus sih,isi nya meamang sesuai tapi kalau bisa tiap http://faldiagustiankerajaanilmu.blogspot.co.id/2017/03/contoh-teks-pidato-tentang-pendidikan.html setiap poin dijarakin dan diberi huruf tebel atau miring.

    BalasHapus