Jumat, 19 Oktober 2012

My World: KARYA TULIS ILMIAH

My World: KARYA TULIS ILMIAH: KARYA TULIS ILMIAH BAHASA INDONESIA KEILMUAN “PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA” Disusun ol...

KARYA TULIS ILMIAH

KARYA TULIS ILMIAH
BAHASA INDONESIA KEILMUAN
“PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA”







Disusun oleh:
Arik Candra Kurniawan
Aswin Kurniawan
Edy Permadi
Dina Kurnia Puspita


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2012
1.      Pendahuluan
Peningkatan populasi ternak secara umum harus di imbangi dengan penyediaan dan pemberian pakan yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas. Oleh karena itu, peternak harus melakukan inovasi dalam pemberian pakan. Industri perunggasan di Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga menghasilkan limbah yang banyak, salah satunya yaitu bulu ayam. Mengingat kandungan protein yang tinggi pada bulu ayam, sehingga dapat di jadikan sebagai pakan. Oleh karena itu, kami tertarik untuk mengambil topik “Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam sebagai Pakan Ruminansia”
Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada penulis terdahulu, yaitu ibu Umi Adiati, Wisri Puastuti, dan I-W Mathius dalam tulisannya yang berjudul “Peluang Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia”. Kami bermaksud untuk mengulas kembali tulisan tersebut, secara lebih jelas dan sistematis sehingga lebih mudah untuk di mengerti dan di jadikan sebagai salah satu refrensi.
Masalah yang kami bahas dalam tulisan ini meliputi; (1). Bagaimana kandungan nutrisi pada tepung bulu ayam. (2). Bagaimana cara pengolahan tepung bulu ayam. (3). Bagaimana pemberian takaran tepung bulu ayam pada ruminansia.
Adapun tujuan kami membuat tulisan ini yaitu untuk mengetahui; (1). Kandungan nutrisi tepung bulu ayam. (2). Cara pengolahan bulu ayam. (3). Takaran pemberian pada ruminansia.






2.      Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Ayam
Keterbatasan pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Hal ini antara lain dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun limbahnya ikut dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu yang berlebihan mengingat Indonesia merupakan negara agraris.
 Sehingga di perlukan suatu inovasi untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Melalui pemanfaatan limbah hasil ternak, salah satunya yaitu bulu ayam yang dapat di olah menjadi tepung, yang dapat di gunakan sebagai pakan ternak unggas dan ruminansia.
Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % .(Anonimus, 2003).
Sayangnya kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara  in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan yang rendah tersebut disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat. Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin.
Jumlah kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tepung bulu ayam khususnya protein berupa asam amino berbeda, tergantung dari proses pengolahannya. Berikut tabel perbedaan nutrisi asam amino.






  
Asam Amino
Tepung Bulu Tanpa Terolah/
Terhidrolisa
Tepung Bulu dengan Pemasakan Bertekanan
Lysin
2,22
2,08
Methionine
0,83
0,72
Cystine
9,02
6,29
Asam Aspartat
6,71
6,58
Threonine
5,21
4,84
Serine
12,52
11,81
Asam Glutamat
12,11
11,91
Glysine
7,92
7,54
Alanine
4,29
4,30
Valine
7,97
7,25
Isoleucine
5,25
4,82
Leucine
8,40
8,05
Phenylalanine
4,91
4,61
Histidine
0,80
0,72
Arginine
7,08
6,15
Tryptophan
0,86
0,73
Nitrogen, % B.K
15,43
15,38
Methionine +
Cystine
9,85
7,01
Tyrosine
3,11
2,48
Dilaporkan oleh Rasyaf, 1990. B.K. = Bahan Kering
Dari tabel ini terlihat, bahwa sebenarnya kandungan nutrisi tepung bulu tidak mengecewakan, demikian pula kandungan asam aminonya. Untuk mengetahui jenis pengolahannya akan di jelaskan dalam sub bab berikutnya.
Selain itu, kandungan nutrisi yang terkandung dalam bulu ayam yang terolah secara Hidrolisis memilki nilai nutrisi yang baik, dibandingkan dengan pakan sejenis non bulu ayam. Seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
Nutrisi
Kandungan
Protein Kasar, %
Serat Kasar, %
Abu, %
Calsium, %
Phospor, %
Garam, %
85
0,3 – 1,5
3,0 – 3,5
0,20 – 0,40
0,20 – 0,65
0,20
Dilaporkan oleh Rasyaf, 1990
Tepung bulu yang digunakan ini adalah tepung bulu yang direbus dalam wajan tertutup dengan tekanan 3,2 atmosfer selama 45 menit dan dikembalikan  pada tekanan normal selama periode tersebut. Setelah itu dikeringkan pada temperatur 60oC dan digiling hingga halus.
Tepung bulu ini mempunyai energi metabolis (M.E) sebesar 2.354 kalori/ kg dan asam amino tersedia sebesar 95 %. Jadi 35 % asam amino yang terdapat dalam tepung bulu tidak tersedia untuk unggas dan terbuang keluar lagi. Inilah sebabnya tepung bulu tidak bisa terlalu banyak di masukkan dalam formula ransum.
Walaupun mengandung protein cukup tinggi dan kaya asam amino esensial, tepung bulu mempuyai faktor penghambat seperti kandungan keratin yang digolongkan kepada protein serat. Kandungan protein kasar yang tinggi dalam tepung bulu ayam tersebut tidak diikuti oleh nilai biologis yang tinggi. Hal ini menyebabkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pada tepung bulu ayam rendah. (TILLMAN et al., 1982).
Keratin sulit dicerna karena ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit dicerna oleh ternak unggas, baik oleh mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca rumen pada ternak ruminansia.
Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Sehingga bila tepung bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Nilai biologis tepung bulu ayam dapat ditingkatkan dengan berbagai pengolahan dan pemberian perlakuan yang benar.
3.      Pengolahan Tepung Bulu Ayam
Sebagai makanan ternak tentu saja bulu unggas itu tidak cukup di keringkan kemudian digiling, tetapi harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan hasilnya inilah yang di namakan tepung bulu terolah, salah satu bahan makanan asal hewan yang potensial untuk mengurangi harga ransum dan pemanfaatan limbah.
Kendala utama penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak adalah rendahnya daya cerna protein bulu. Hal tersebut disebabkan sebagian besar kandungan protein kasar berbentuk keratin (Sri indah, 1993).
Keratin yang terkandung di dalam bulu ayam dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehinggab pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Untuk itu  demi meningkatkan nilai jual limbah bulu ayam, yaitu dengan mengolahnya menjadi tepung bulu ayam yang nutrisinya dapat tercerna dengan maksimal oleh pencernaan ternak,
 Pengolahan tepung bulu ayam dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu perlakuan fisik dengan temperatur dan tekanan ("autoclave"), perlakuan kimia dengan asam dan basa (NaOH, HCI), perlakuan enzim (papadopoulos et al ., 1985) dan fermentasi dengan mikroorganisme (william et al., 1991).
Penggolahan Melalui Perlakuan Fisik Pemasakkan Bertekanan
·           Bulu di cuci dan di bersihkan dari kotoran yang menempel
·           Bulu yang sudah di bersihkan direbus dalam panci tertutup dengan  tekanan 3,2 atmosfer selama 45 menit dan dikembalikan pada tekanan normal selama periode tersebut.
·           Setelah itu dikeringkan pada temperatur 60oC dan
·           Digiling hingga halus.
Pemanasan yang terlampau lama akan dapat merusak asam amino seperti lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction). Untuk kandungan nutrisi yang di peroleh melalui prose perlakuan fisik atau pemasakan bertekanan ini dapat di lihat pada tabel yang terdapat pada kandungan nutrisi di sub bab sebelumnya.
1.         Pengolahan secara Kimiawi / Hidrolisis
Pengolahan secara kimiawi diolah dengan proses NaOH 6 % dan dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin tepung bulu ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama akan dapat merusak asam amino seperti lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan. Nilai kecernaan protein tepung bulu meningkat dengan bertambahnya lama perendaman NaOH.
Konsentrasi NaOH dan lama pemanasan yang terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90 menit yang memeberikan daya cerna protein tertinggi 45,02 % dan kandungan lemak kasar terendah 13,37 % serta protein kasar 53,79 %. Bulu ayam yang diolah dengan NaOH dapat dipakai sampai level 15 % (75 % pengganti tepung ikan) dalam ransum broiler. McDonald et al (1989) dan Pond and Manner (1974).
Hidrolisat bulu ayam adalah bahan pakan sumber protein yang dapat diproduksi secara lokal dengan kandungan protein kasar sebesar 81−90,60% (NRC, 1985; SUTARDI, 2001 dalam Siregar, 2005). Protein hidrolisat bulu ayam kaya akan asam amino bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin dengan kandungan masing-masing sebesar 4,88, 3,12, dan 4,44%, namun defisien akan asam amino metionin dan lisin
Untuk memenuhi kebutuhan asam lemak rantai cabang bagi pertumbuhan bakteri selulolitik maka dilakukan suplementasi hidrolisat bulu ayam sebagai sumber asam amino rantai cabang yang berperan sebagai prekusor asam lemak rantai cabang.
2.         Pengolahan Secara Fermentatif
Penggunaan inokulum jamur sampai 3% dalam proses fermentasi menjadikan tepung bulu lebih tinggi kandungan proteinnya dibandingkan dengan tepung bulu yang tidak difermentasi.
3.      Kombinasi ketiga metode di atas
Berdasarkan hasil studi di dalam dan di luar negeri, nilai biologis bulu ayam dapat ditingkatkan dengan pengolahan dan pemberian perlakuan yang benar. Sebagai contoh, bulu ayam yang diolah dengan proses NaOH 6 % dan dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin bulu ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction).
Tehnik pengolahan kombinasi antara perlakuan fisik dan kimia merupakan teknik pengolahan yang saat ini bayak dipakai oleh industri TBA. Sejauh ini penggunaan tepung bulu tidak lebih dari 4 % dari total formulasi ransum unggas tanpa membuat produktivitas unggas merosot.
Namun penggunaan dengan level yang lebih tinggi sangat diharapkan agar diperoleh ransum yang lebih ekonomis. Semakin baik pengolahannya, maka akan semakin baik pula hasilnya. Untuk itu penelitian-penelitian lebih lanjut sangat diharapkan seperti penggolahan secara enzimatis melalui fermentasi tepung bulu ayam menggunakan berbagai sumber enzim proteolitik.

4.    Pemberian Takaran Tepung Bulu Ayam
     a.  Pemberian pakan ruminansia
            Ternak ruminansia  memerlukan nutrisi untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi, laktasi, gerak dan kerja. Oleh karena itu pemberian hedaknya memperhitungkan semua kebutuhan tersebut, atau dengan kata lain , pemnberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Penambahan tepung bulu ayam pada sapi,kambing dan domba bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan dan menambah energi.
Tingginya pemberian pakan berenergi menyebabkan peningkatan konsumsi dan daya cerna dari rumput atau hijauan kualitas rendah. Selain itu penemberian konsentrat tertentu dapat menghasilkan asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Penambahan tepung bulu ayam dapat juga bertujuan agar zat makanan dapat langsung diserap di usus tanpa terfermentasi di dalam tubuh.
Pada ternak ruminansia nilai protein yang tidak dicerna oleh rumen dari bulu ayam yang dihidrolisis sebesar 53,6 hingga 87,9%.
Hijauan rumput yang biasa dijadikan pakan ternak seperti rumput alam, rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput setaria (Setaria sphacelata), rumput benggala, rumput raja (Pennisetum purpureophoides). Sedangkan jenis leguminosa seperti lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn), gamal (Gliricidia sepium), turi (Sesbania grandiflora), albesia. Sisa hasil pertanian yang dapat dijadikan sumber hijauan pakan ternak seperti jerami padi, daun dan tongkol jagung, jerami kacang tanah.
Jerami padi mempunyai kadar serat yang tinggi dan kadar energi rendah sehingga nilai cernanya rendah. Untuk itu diperlukan suatu perlakuan agar mudah dicerna yaitu dengan proses fermentasi. Produktivitas ternak ruminansia dapat diperbaiki dengan memanfaatkan mikroorganisme/probiotik dalam pakan guna meningkatkan kualitas pakan dan memperbaiki kondisi rumen.
 Ada dua cara pengolahan hijauan pakan ternak yaitu melalui pengawetan dan melalui teknologi pengkayaan nutrisi (khusus untuk limbah hasil pertanian/perkebunataupun peternakan seperti bulu ayam pemberian tepung bulu ayam  pada ruminansia Tepung bulu ayam yang diberikan pada ternak ruminansia haruslah sesuai dengan takaran yang di butuhkan oleh ternak, namun setiap ternak memiliki kebutuhan makanan dan volume penampungan makanan yang berbeda misalnya sapi dan kambing memiliki perbedaan mulai dari berat badan dan postur tubuh. 
Takaran pemberian tepung bulu ayam pada ruminansia
No
       Jenis ternak
             Takaran
1
       Sapi potong
2-5 kg/ hari
2
Sapi perah (FH)
3-6 kg/hari
3
Kambing
0,5-3kg/hari
4
Domba
0,5-3kg/hari
5
Kambing
0,5-3kg/hari
           peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo141-5.doc
Mengkonsumsi tepung bulu ayam sangat baik dan posisif, namun di sisi lain tepung bulu ayam memiliki juga memiliki sisi negatif apabila salah menentukan takaran untuk tarnak (kelebihan) karna tepung bulu ayam mengandung serat kasar yang cukup tinggi jadi masalah utama yang terjadi pada pencernaanya.
Penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia sebagai makanan pengganti sumber protein yang mana dapat merespon penambahan bobot berat badan maupun untuk produksi susu, respon yang baik itu disebabkan adanya keseimbangan protein yang mudah di degradasi dan yang mudah di cerna
Pada domba penggunaan tepung bulu ayam memberikan prospek yang menjanjikan.Uji biologis penggunakan tepung bulu ayam sebagai pengganti sumber protein pakan konvensional (bungkil kedelai) hingga 40% dari total protein ransum memberikan respon sebaik ransum kontrol. Penggunaan tepung bulu unggas dapat pula meningkatkan konsumsi bahan kering hal tersebut mengindikasikan bahwa ransum dengan tepung bulu unggas mempunyai palatabilitas yang tinggi

Peningkatan konsumsi protein yang diiringi dengan meningkatnya pertambahan bobot hidup harian, merupakan konsekuensi peningkatan deposisi protein tubuh. Hal ini disebabkan protein yang di konsumsi, sebagian besar merupakan protein yang mempunyai tingkat kecernaan dalam rumen yang rendah (RUP),namum tingkat protein by pass yang tinggi.jadi protein yang dimasukkan ke dalam rumen hanya sebagian kecil saja yang mengalami perombakan menjadi NH3, namun cukup untuk mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen.
Sebagian besar protein akan masuk ke saluran pencernaan pascarumen dan mampu memasok asam amino yang cukup utnuk kebutuhan ternak.Dengan perkataan lain,pemberian tepung bulu sebagai sumber protein tidak tercerna dalam rumen mapu meningkatkan suplai total asam amino dalam usus halus sekaligus dapat memperbaiki profil asam amoni.
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia adalah tepung mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh mikroorganisme rumen  (rumen undegradable protein/ RUP), tetapi mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan pasca rumen. Nilai RUP tersebut berkisar 53-88 %, sementara nilai kecernaan dalam rumen hanya 12-46 %.
Penggunaan tepung bulu ayam pada ternak ruminansia untuk memenuhi seluruh protein suplemen pada ransum anak domba yang sedang tumbuh dan pada periode penggemukan menghasilkan performans yang menurun. Oleh karena itu untuk memberikan hasil yang optimal, penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum harus/sebaiknya dikombinasikan dengan urea (THOMAS dan BEESON, 1977) .
Oleh karena itu untuk memberikan hasil yang optimal, penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum harus/sebaiknya dikombinasikan dengan urea (THOMAS dan BEESON, 1977) .



b.  Pemberian Pada Ternak Unggas
Berbagai hasil penelitian di berbagai belahan dunia ini menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya, akan semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan juga merosot (Rasyaf, 1992).
Sebagai bahan makanan unggas dan juga babi, tepung bulu ini memang tidak terlalu menggairahkan. Sejauh mana penggunaannya memang tergantung pada kemampuan mengolah tepung bulu itu.
5.       Nilai Ekonomis Tepung Bulu Ayam
Dengan menggunakan perhitungan sederhana, harga setiap kilogram ransum (atas dasar harga bahan saat ini) berkisar Rp 1.600- Rp 2.680. Sementara biaya yang harus dikeluarkan dari komponen pakan untuk setiap kilogram pertambahan bobot hidup berkisar Rp 10.795- Rp 11.850. Dari angka-angka tersebut diketahui bahwa domba yang mendapat pakan dengan 10% protein ransum bersal dari tepung bulu ayam merupakan yang paling ekonomis.
Limbah bulu ayam basah tanpa diproses telah diperjual belikan dengan harga rata-rata Rp.200/kg, sedangkan bila sudah diproses menjadi tepung bulu kering harganya mencapai Rp. 2.500/kg. Mengacu pada nilai tersebut banyaknya ayam yang dipotong per hari akanmemberikan tambahan penghasilan sampingan dari penjualan bulu ayam yang cukup menjanjikan.






6.      PENUTUP
Kesimpulan
·         Kandungan nutrisi pada tepung bulu ayam meliputi; 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Sayangnya kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai biologis yang tinggi. Jumlah kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tepung bulu ayam khususnya protein berupa asam amino berbeda, tergantung dari proses pengolahannya.
·         Proses pengolahan tepung bulu ayam ada 4 teknik yaitu, (1). Pengolahan secara fisik pemasakan bertekanan, (2). Pengolahan secara kimiawi atau hidrolisis, (3). Pengolahan secara fermentasi menggunakan bakteri secara anaerob, dan (4). Pengolahan gabungan secara fisik, kimiawi dan secara fermentasi.
·         Untuk Pemberian takaran seperti tabel di bawah ini,
No
       Jenis ternak
             Takaran
1
       Sapi potong
2-5 kg/ hari
2
Sapi perah (FH)
3-6 kg/hari
3
Kambing
0,5-3kg/hari
4
Domba
0,5-3kg/hari
5
Kambing
0,5-3kg/hari

Saran
Disarankan agar pemakaiannya dilakukan setelah melalui suatu proses pengolahan agar ikatan sistin dalam bulu ayam dapat terurai . Pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai bahan makanan ternak ruminansia sebaiknya diperuntukkan bagi ternak yang sedang tumbuh ( 10% protein dalam ransum).

Daftar Pustaka
peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo141-5.doc
ADIATI, U., W. PUASTUTI dan I-W. MATHIUS . 2002. Explorasi potensi produk samping rumah potong (bulu dan darah) sebagai bahan pakan imbuhan pascarumen. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. 2002.
Anonimus, 2003. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume 25 No. 6.
Rasyaf, M, 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M, 1992. Seputar Makanan Ayam Kampung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
THOMAS, V.M. and W.M. BEESON . 1977. Feather Meal and Hair Meal as Protein Sources for Steer Calves. J.Anim. Sci. 46: 819-825 .
TILLMAN, A.D ., S. REKSOHADIPROJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1982 . Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada Unicersity Press. Fakultas Petemakan UGM. Yogyakarta.
HOWIE, SA., CALSAMIGLIN and M.D. STERN. 1996. Variation  in ruminant degradation and Intestinal digestion of animal by product protein . Anim. Feed Sci . Tech. 63(1-4) : 1-7.
PAPADOPOULOS, M. C., A.R . EL BouSHY and E.H .KETELAARS. 1985. Effect of different processing condition on amino acid digestibility of feather Meal Determined by Chicken Assay. Poultry Sci . 64: 1729-1741.
SRI INDAH Z. 1993. Pengaruh lama pengolahan dan tingkat pemberian tepung bulu terhadap performans ayam jantan broiler. Skripsi . Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
WILLIAM, L.M., L.G . LEE, J.D. GARLICH and JASON C.H. SHIH . 1991 . Evaluation of a Bacterial Feather Fememtation Product, Feather-lysate as a FeedProtein. Poultry Sci. 70 : 85-95.
Pond,W.G and J.H. Manner. 1974. Swine Production in Temperate and Tropical Environments.W.H. Freman and Company. San Fransisco.