Jumat, 19 Oktober 2012
My World: KARYA TULIS ILMIAH
My World: KARYA TULIS ILMIAH: KARYA TULIS ILMIAH BAHASA INDONESIA KEILMUAN “PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA” Disusun ol...
KARYA TULIS ILMIAH
KARYA
TULIS ILMIAH
BAHASA INDONESIA KEILMUAN
“PEMANFAATAN LIMBAH BULU AYAM
SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA”
Disusun
oleh:
Arik
Candra Kurniawan
Aswin
Kurniawan
Edy
Permadi
Dina
Kurnia Puspita
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
KANJURUHAN MALANG
2012
1.
Pendahuluan
Peningkatan
populasi ternak secara umum harus di imbangi dengan penyediaan dan pemberian
pakan yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas. Oleh karena itu,
peternak harus melakukan inovasi dalam pemberian pakan. Industri perunggasan di
Indonesia berkembang dengan pesat, sehingga menghasilkan limbah yang banyak,
salah satunya yaitu bulu ayam. Mengingat kandungan protein yang tinggi pada
bulu ayam, sehingga dapat di jadikan sebagai pakan. Oleh karena itu, kami
tertarik untuk mengambil topik “Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam sebagai Pakan
Ruminansia”
Tanpa
mengurangi rasa hormat kami kepada penulis terdahulu, yaitu ibu Umi Adiati,
Wisri Puastuti, dan I-W Mathius dalam tulisannya yang berjudul “Peluang
Pemanfaatan Tepung Bulu Ayam sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia”. Kami
bermaksud untuk mengulas kembali tulisan tersebut, secara lebih jelas dan
sistematis sehingga lebih mudah untuk di mengerti dan di jadikan sebagai salah
satu refrensi.
Masalah
yang kami bahas dalam tulisan ini meliputi; (1). Bagaimana kandungan nutrisi
pada tepung bulu ayam. (2). Bagaimana cara pengolahan tepung bulu ayam. (3).
Bagaimana pemberian takaran tepung bulu ayam pada ruminansia.
Adapun
tujuan kami membuat tulisan ini yaitu untuk mengetahui; (1). Kandungan nutrisi
tepung bulu ayam. (2). Cara pengolahan bulu ayam. (3). Takaran pemberian pada
ruminansia.
2. Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Ayam
Keterbatasan
pakan menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat
menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Hal ini antara lain
dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun limbahnya ikut
dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu yang berlebihan
mengingat Indonesia merupakan negara agraris.
Sehingga di perlukan suatu inovasi untuk
memenuhi kebutuhan pakan ternak. Melalui pemanfaatan limbah hasil ternak, salah
satunya yaitu bulu ayam yang dapat di olah menjadi tepung, yang dapat di
gunakan sebagai pakan ternak unggas dan ruminansia.
Bulu
ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering
(BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan
66,2 % .(Anonimus, 2003).
Sayangnya
kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai
biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu
ayam secara in vitro masing-masing hanya
5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan yang rendah tersebut disebabkan bulu ayam
sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat.
Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin.
Jumlah
kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tepung bulu ayam khususnya protein
berupa asam amino berbeda, tergantung dari proses pengolahannya. Berikut tabel
perbedaan nutrisi asam amino.
Asam Amino
|
Tepung Bulu Tanpa Terolah/
Terhidrolisa
|
Tepung Bulu dengan Pemasakan
Bertekanan
|
Lysin
|
2,22
|
2,08
|
Methionine
|
0,83
|
0,72
|
Cystine
|
9,02
|
6,29
|
Asam Aspartat
|
6,71
|
6,58
|
Threonine
|
5,21
|
4,84
|
Serine
|
12,52
|
11,81
|
Asam Glutamat
|
12,11
|
11,91
|
Glysine
|
7,92
|
7,54
|
Alanine
|
4,29
|
4,30
|
Valine
|
7,97
|
7,25
|
Isoleucine
|
5,25
|
4,82
|
Leucine
|
8,40
|
8,05
|
Phenylalanine
|
4,91
|
4,61
|
Histidine
|
0,80
|
0,72
|
Arginine
|
7,08
|
6,15
|
Tryptophan
|
0,86
|
0,73
|
Nitrogen, % B.K
|
15,43
|
15,38
|
Methionine +
Cystine
|
9,85
|
7,01
|
Tyrosine
|
3,11
|
2,48
|
Dilaporkan oleh Rasyaf, 1990. B.K.
= Bahan Kering
Dari
tabel ini terlihat, bahwa sebenarnya kandungan nutrisi tepung bulu tidak
mengecewakan, demikian pula kandungan asam aminonya. Untuk mengetahui jenis
pengolahannya akan di jelaskan dalam sub bab berikutnya.
Selain
itu, kandungan nutrisi yang terkandung dalam bulu ayam yang terolah secara
Hidrolisis memilki nilai nutrisi yang baik, dibandingkan dengan pakan sejenis
non bulu ayam. Seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
Nutrisi
|
Kandungan
|
Protein Kasar, %
Serat Kasar, %
Abu, %
Calsium, %
Phospor, %
Garam, %
|
85
0,3 – 1,5
3,0 – 3,5
0,20 – 0,40
0,20 – 0,65
0,20
|
Dilaporkan oleh Rasyaf, 1990
Tepung
bulu yang digunakan ini adalah tepung bulu yang direbus dalam wajan tertutup
dengan tekanan 3,2 atmosfer selama 45 menit dan dikembalikan pada tekanan normal selama periode tersebut.
Setelah itu dikeringkan pada temperatur 60oC dan digiling hingga halus.
Tepung
bulu ini mempunyai energi metabolis (M.E) sebesar 2.354 kalori/ kg dan asam
amino tersedia sebesar 95 %. Jadi 35 % asam amino yang terdapat dalam tepung
bulu tidak tersedia untuk unggas dan terbuang keluar lagi. Inilah sebabnya
tepung bulu tidak bisa terlalu banyak di masukkan dalam formula ransum.
Walaupun
mengandung protein cukup tinggi dan kaya asam amino esensial, tepung bulu
mempuyai faktor penghambat seperti kandungan keratin yang digolongkan kepada
protein serat. Kandungan protein kasar yang tinggi dalam tepung bulu ayam
tersebut tidak diikuti oleh nilai biologis yang tinggi. Hal ini menyebabkan
nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik pada tepung bulu ayam rendah. (TILLMAN et al., 1982).
Keratin
sulit dicerna karena ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin
menyebabkan protein ini sulit dicerna oleh ternak unggas, baik oleh
mikroorganisme rumen maupun enzim proteolitik dalam saluran pencernaan pasca
rumen pada ternak ruminansia.
Keratin
dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehingga pada akhirnya dapat
dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Sehingga bila
tepung bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu
diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya. Nilai biologis tepung
bulu ayam dapat ditingkatkan dengan berbagai pengolahan dan pemberian perlakuan
yang benar.
3.
Pengolahan
Tepung Bulu Ayam
Sebagai makanan ternak
tentu saja bulu unggas itu tidak cukup di keringkan kemudian digiling, tetapi
harus melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu dan hasilnya inilah yang
di namakan tepung bulu terolah, salah satu bahan makanan asal hewan yang
potensial untuk mengurangi harga ransum dan pemanfaatan limbah.
Kendala utama
penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum untuk ternak adalah rendahnya daya cerna
protein bulu. Hal tersebut disebabkan sebagian besar kandungan protein kasar
berbentuk keratin (Sri indah, 1993).
Keratin yang terkandung
di dalam bulu ayam dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehinggab pada
akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan.
Untuk itu demi meningkatkan nilai jual
limbah bulu ayam, yaitu dengan mengolahnya menjadi tepung bulu ayam yang
nutrisinya dapat tercerna dengan maksimal oleh pencernaan ternak,
Pengolahan tepung bulu ayam dapat dilakukan dengan
empat cara, yaitu perlakuan fisik dengan temperatur dan tekanan
("autoclave"), perlakuan kimia dengan asam dan basa (NaOH, HCI),
perlakuan enzim (papadopoulos et al .,
1985) dan fermentasi dengan mikroorganisme (william et al., 1991).
Penggolahan Melalui
Perlakuan Fisik Pemasakkan Bertekanan
·
Bulu di cuci dan di bersihkan dari
kotoran yang menempel
·
Bulu yang sudah di bersihkan direbus
dalam panci tertutup dengan tekanan 3,2
atmosfer selama 45 menit dan dikembalikan pada tekanan normal selama periode
tersebut.
·
Setelah itu dikeringkan pada temperatur
60oC dan
·
Digiling hingga halus.
Pemanasan
yang terlampau lama akan dapat merusak asam amino seperti lisin, histidin dan
sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan (browning reaction).
Untuk kandungan nutrisi yang di peroleh melalui prose perlakuan fisik atau
pemasakan bertekanan ini dapat di lihat pada tabel yang terdapat pada kandungan
nutrisi di sub bab sebelumnya.
1.
Pengolahan secara Kimiawi /
Hidrolisis
Pengolahan
secara kimiawi diolah dengan proses NaOH 6 % dan dikombinasikan dengan
pemanasan tekanan memberikan nilai kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat
meningkatkan kecernaan pepsin tepung bulu ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan
yang terlampau lama akan dapat merusak asam amino seperti lisin, histidin dan
sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan. Nilai kecernaan protein
tepung bulu meningkat dengan bertambahnya lama perendaman NaOH.
Konsentrasi
NaOH dan lama pemanasan yang terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90
menit yang memeberikan daya cerna protein tertinggi 45,02 % dan kandungan lemak
kasar terendah 13,37 % serta protein kasar 53,79 %. Bulu ayam yang diolah
dengan NaOH dapat dipakai sampai level 15 % (75 % pengganti tepung ikan) dalam
ransum broiler. McDonald
et al (1989) dan Pond and Manner (1974).
Hidrolisat
bulu ayam adalah bahan pakan sumber protein yang dapat diproduksi secara lokal
dengan kandungan protein kasar sebesar 81−90,60% (NRC, 1985; SUTARDI, 2001
dalam Siregar, 2005). Protein hidrolisat bulu ayam kaya akan asam amino
bercabang yaitu leusin, isoleusin, dan valin dengan kandungan masing-masing sebesar
4,88, 3,12, dan 4,44%, namun defisien akan asam amino metionin dan lisin
Untuk
memenuhi kebutuhan asam lemak rantai cabang bagi pertumbuhan bakteri
selulolitik maka dilakukan suplementasi hidrolisat bulu ayam sebagai sumber
asam amino rantai cabang yang berperan sebagai prekusor asam lemak rantai
cabang.
2.
Pengolahan Secara Fermentatif
Penggunaan
inokulum jamur sampai 3% dalam proses fermentasi menjadikan tepung bulu lebih
tinggi kandungan proteinnya dibandingkan dengan tepung bulu yang tidak difermentasi.
3.
Kombinasi ketiga metode di atas
Berdasarkan hasil studi di dalam dan di luar
negeri, nilai biologis bulu ayam dapat ditingkatkan dengan pengolahan dan
pemberian perlakuan yang benar. Sebagai contoh, bulu ayam yang diolah dengan
proses NaOH 6 % dan dikombinasikan dengan pemanasan tekanan memberikan nilai
kecernaan 64,6 %. Lama pemanasan juga dapat meningkatkan kecernaan pepsin bulu
ayam hingga 62,9 %. Namun, pemanasan yang terlampau lama dapat merusak asam
amino lisin, histidin dan sistin serta menyebabkan terjadinya reaksi kecoklatan
(browning reaction).
Tehnik pengolahan
kombinasi antara perlakuan fisik dan kimia merupakan teknik pengolahan yang
saat ini bayak dipakai oleh industri TBA. Sejauh ini penggunaan tepung bulu
tidak lebih dari 4 % dari total formulasi ransum unggas tanpa membuat
produktivitas unggas merosot.
Namun penggunaan dengan
level yang lebih tinggi sangat diharapkan agar diperoleh ransum yang lebih
ekonomis. Semakin baik pengolahannya, maka akan semakin baik pula hasilnya.
Untuk itu penelitian-penelitian lebih lanjut sangat diharapkan seperti
penggolahan secara enzimatis melalui fermentasi tepung bulu ayam menggunakan
berbagai sumber enzim proteolitik.
4.
Pemberian
Takaran Tepung Bulu Ayam
a.
Pemberian pakan ruminansia
Ternak ruminansia memerlukan nutrisi untuk kebutuhan hidup
pokok, pertumbuhan, reproduksi, laktasi, gerak dan kerja. Oleh karena itu
pemberian hedaknya memperhitungkan semua kebutuhan tersebut, atau dengan kata
lain , pemnberian pakan disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Penambahan tepung
bulu ayam pada sapi,kambing dan domba bertujuan untuk meningkatkan nilai pakan
dan menambah energi.
Tingginya
pemberian pakan berenergi menyebabkan peningkatan konsumsi dan daya cerna dari
rumput atau hijauan kualitas rendah. Selain itu penemberian konsentrat tertentu
dapat menghasilkan asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh. Penambahan
tepung bulu ayam dapat juga bertujuan agar zat makanan dapat langsung diserap
di usus tanpa terfermentasi di dalam tubuh.
Pada
ternak ruminansia nilai protein yang tidak dicerna oleh rumen dari bulu ayam yang
dihidrolisis sebesar 53,6 hingga 87,9%.
Hijauan
rumput yang biasa dijadikan pakan ternak seperti rumput alam, rumput gajah
(Pennisetum purpureum), rumput setaria (Setaria sphacelata), rumput benggala,
rumput raja (Pennisetum purpureophoides). Sedangkan jenis leguminosa seperti
lamtoro (Leucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn),
gamal (Gliricidia sepium), turi (Sesbania grandiflora), albesia. Sisa hasil
pertanian yang dapat dijadikan sumber hijauan pakan ternak seperti jerami padi,
daun dan tongkol jagung, jerami kacang tanah.
Jerami
padi mempunyai kadar serat yang tinggi dan kadar energi rendah sehingga nilai
cernanya rendah. Untuk itu diperlukan suatu perlakuan agar mudah dicerna yaitu
dengan proses fermentasi. Produktivitas ternak ruminansia dapat diperbaiki
dengan memanfaatkan mikroorganisme/probiotik dalam pakan guna meningkatkan
kualitas pakan dan memperbaiki kondisi rumen.
Ada dua cara pengolahan hijauan pakan ternak
yaitu melalui pengawetan dan melalui teknologi pengkayaan nutrisi (khusus untuk
limbah hasil pertanian/perkebunataupun peternakan seperti bulu ayam pemberian
tepung bulu ayam pada ruminansia Tepung
bulu ayam yang diberikan pada ternak ruminansia haruslah sesuai dengan takaran
yang di butuhkan oleh ternak, namun setiap ternak memiliki kebutuhan makanan
dan volume penampungan makanan yang berbeda misalnya sapi dan kambing memiliki
perbedaan mulai dari berat badan dan postur tubuh.
Takaran
pemberian tepung bulu ayam pada ruminansia
No
|
Jenis ternak
|
Takaran
|
1
|
Sapi potong
|
2-5 kg/ hari
|
2
|
Sapi perah (FH)
|
3-6 kg/hari
|
3
|
Kambing
|
0,5-3kg/hari
|
4
|
Domba
|
0,5-3kg/hari
|
5
|
Kambing
|
0,5-3kg/hari
|
peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo141-5.doc
Mengkonsumsi
tepung bulu ayam sangat baik dan posisif, namun di sisi lain tepung bulu ayam
memiliki juga memiliki sisi negatif apabila salah menentukan takaran untuk
tarnak (kelebihan) karna tepung bulu ayam mengandung serat kasar yang cukup
tinggi jadi masalah utama yang terjadi pada pencernaanya.
Penggunaan
tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia sebagai makanan pengganti sumber
protein yang mana dapat merespon penambahan bobot berat badan maupun untuk
produksi susu, respon yang baik itu disebabkan adanya keseimbangan protein yang
mudah di degradasi dan yang mudah di cerna
Pada
domba penggunaan tepung bulu ayam memberikan prospek yang menjanjikan.Uji
biologis penggunakan tepung bulu ayam sebagai pengganti sumber protein pakan
konvensional (bungkil kedelai) hingga 40% dari total protein ransum memberikan
respon sebaik ransum kontrol. Penggunaan tepung bulu unggas dapat pula
meningkatkan konsumsi bahan kering hal tersebut mengindikasikan bahwa ransum
dengan tepung bulu unggas mempunyai palatabilitas yang tinggi
Peningkatan konsumsi protein yang diiringi dengan
meningkatnya pertambahan bobot hidup harian, merupakan konsekuensi peningkatan
deposisi protein tubuh. Hal ini disebabkan protein yang di konsumsi, sebagian
besar merupakan protein yang mempunyai tingkat kecernaan dalam rumen yang
rendah (RUP),namum tingkat protein by
pass yang tinggi.jadi protein yang dimasukkan ke dalam rumen hanya sebagian
kecil saja yang mengalami perombakan menjadi NH3,
namun
cukup untuk mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen.
Sebagian besar protein akan masuk ke saluran
pencernaan pascarumen dan mampu memasok asam amino yang cukup utnuk kebutuhan
ternak.Dengan perkataan lain,pemberian tepung bulu sebagai sumber protein tidak
tercerna dalam rumen mapu meningkatkan suplai total asam amino dalam usus halus
sekaligus dapat memperbaiki profil asam amoni.
Keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia
adalah tepung mengandung protein yang tahan terhadap perombakan oleh
mikroorganisme rumen (rumen undegradable
protein/ RUP), tetapi mampu diurai secara enzimatis pada saluran pencernaan
pasca rumen. Nilai RUP tersebut berkisar 53-88 %, sementara nilai kecernaan
dalam rumen hanya 12-46 %.
Penggunaan tepung bulu ayam pada ternak ruminansia
untuk memenuhi seluruh protein suplemen pada ransum anak domba yang sedang
tumbuh dan pada periode penggemukan menghasilkan performans yang menurun. Oleh karena
itu untuk memberikan hasil yang optimal, penggunaan tepung bulu ayam dalam
ransum harus/sebaiknya dikombinasikan dengan urea (THOMAS dan BEESON, 1977) .
Oleh karena itu untuk memberikan hasil yang optimal,
penggunaan tepung bulu ayam dalam ransum harus/sebaiknya dikombinasikan dengan
urea (THOMAS dan BEESON, 1977) .
b. Pemberian Pada Ternak Unggas
Berbagai
hasil penelitian di berbagai belahan dunia ini menunjukkan bahwa tepung bulu
dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa
membuat produktivitas unggas merosot. Semakin baik pengolahannya, akan semakin
baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan menekan
prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan juga
merosot (Rasyaf, 1992).
Sebagai
bahan makanan unggas dan juga babi, tepung bulu ini memang tidak terlalu
menggairahkan. Sejauh mana penggunaannya memang tergantung pada kemampuan
mengolah tepung bulu itu.
5.
Nilai Ekonomis Tepung Bulu Ayam
Dengan menggunakan perhitungan sederhana, harga
setiap kilogram ransum (atas dasar harga bahan saat ini) berkisar Rp 1.600- Rp
2.680. Sementara biaya yang harus dikeluarkan dari komponen pakan untuk setiap
kilogram pertambahan bobot hidup berkisar Rp 10.795- Rp 11.850. Dari
angka-angka tersebut diketahui bahwa domba yang mendapat pakan dengan 10%
protein ransum bersal dari tepung bulu ayam merupakan yang paling ekonomis.
Limbah bulu ayam basah tanpa diproses telah
diperjual belikan dengan harga rata-rata Rp.200/kg, sedangkan bila sudah
diproses menjadi tepung bulu kering harganya mencapai Rp. 2.500/kg. Mengacu pada
nilai tersebut banyaknya ayam yang dipotong per hari akanmemberikan tambahan
penghasilan sampingan dari penjualan bulu ayam yang cukup menjanjikan.
6.
PENUTUP
Kesimpulan
·
Kandungan nutrisi pada tepung bulu ayam
meliputi; 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar
bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Sayangnya
kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai
biologis yang tinggi. Jumlah kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tepung
bulu ayam khususnya protein berupa asam amino berbeda, tergantung dari proses
pengolahannya.
·
Proses pengolahan tepung bulu ayam ada 4
teknik yaitu, (1). Pengolahan secara fisik pemasakan bertekanan, (2).
Pengolahan secara kimiawi atau hidrolisis, (3). Pengolahan secara fermentasi
menggunakan bakteri secara anaerob, dan (4). Pengolahan gabungan secara fisik,
kimiawi dan secara fermentasi.
·
Untuk Pemberian takaran seperti tabel di
bawah ini,
No
|
Jenis ternak
|
Takaran
|
1
|
Sapi potong
|
2-5 kg/ hari
|
2
|
Sapi perah (FH)
|
3-6 kg/hari
|
3
|
Kambing
|
0,5-3kg/hari
|
4
|
Domba
|
0,5-3kg/hari
|
5
|
Kambing
|
0,5-3kg/hari
|
Saran
Disarankan agar
pemakaiannya dilakukan setelah melalui suatu proses pengolahan agar ikatan
sistin dalam bulu ayam dapat terurai . Pemanfaatan tepung bulu ayam sebagai
bahan makanan ternak ruminansia sebaiknya diperuntukkan bagi ternak yang sedang
tumbuh ( 10% protein dalam ransum).
Daftar Pustaka
peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/wartazoa/wazo141-5.doc
ADIATI, U., W. PUASTUTI
dan I-W. MATHIUS . 2002. Explorasi potensi produk samping rumah potong (bulu
dan darah) sebagai bahan pakan imbuhan pascarumen. Laporan Penelitian Balai
Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. 2002.
Anonimus, 2003. Bulu
Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Volume 25 No. 6.
Rasyaf, M, 1990. Bahan
Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M, 1992.
Seputar Makanan Ayam Kampung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
THOMAS, V.M. and W.M. BEESON
. 1977. Feather Meal and Hair Meal as Protein Sources for Steer Calves. J.Anim.
Sci. 46: 819-825 .
TILLMAN, A.D ., S.
REKSOHADIPROJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1982 . Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Gadjah Mada Unicersity Press. Fakultas Petemakan UGM. Yogyakarta.
HOWIE,
SA., CALSAMIGLIN and M.D. STERN. 1996. Variation in ruminant degradation and Intestinal
digestion of animal by product protein . Anim. Feed Sci . Tech. 63(1-4) : 1-7.
PAPADOPOULOS, M. C., A.R . EL BouSHY and E.H .KETELAARS.
1985. Effect of different processing condition on amino acid digestibility of
feather Meal Determined by Chicken Assay. Poultry Sci . 64: 1729-1741.
SRI INDAH Z. 1993. Pengaruh lama pengolahan dan
tingkat pemberian tepung bulu terhadap performans ayam jantan broiler. Skripsi
. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
WILLIAM, L.M., L.G . LEE, J.D. GARLICH and JASON
C.H. SHIH . 1991 . Evaluation of a Bacterial Feather Fememtation Product,
Feather-lysate as a FeedProtein. Poultry Sci. 70 : 85-95.
Pond,W.G and J.H. Manner. 1974. Swine
Production in Temperate and Tropical Environments.W.H. Freman and Company. San
Fransisco.
Langganan:
Postingan (Atom)