Oleh: Muhammad Wasitho, Lc
Agama Islam adalah agama yang sangat sempurna,
komprehensip dan mudah syariatnya. Di antara bukti kebaikan dan kemudahan
syari’at Islam, Allah menghalalkan semua
makanan dan minuman yang mengandung maslahat danI manfaat bagi badan, ruh maupun akhlak
manusia. Demikian pula sebaliknya, Allah mengharamkan semua makanan dan minuman
yang menimbulkan mudharat atau yang mengandung mudharat lebih besar daripada
manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan hati, akal,
ruh, dan jasad manusia.
KEWAJIBAN
MENGKONSUMSI MAKANAN YANG BAIK DAN HALAL
Bagi seorang muslim, makanan bukan
sekedar pengisi perut dan penyehat badan saja, sehingga diusahakan harus sehat
dan bergizi, tetapi di samping itu juga harus halal. Baik halal pada zat
makanan itu sendiri, yaitu tidak termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah,
dan halal pada cara mendapatkannya.
Di memerintahkan seluruh hamba-Nya yangIdalam
Al-Quran Al-Karim Allah beriman dan yang
kafir agar mereka makan makanan yang baik lagi halal, sebagaimana firman-Nya:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Dan firman-Nya pula:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah
yang baik dari yang telah Kami rizkikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Perintah ini (yakni memakan makanan yang halal lagi baik) ditujukan kepada seluruh manusia, baik dia seorang mukmin ataupun kafir. Mereka diperintahkan memakan apa yang ada di bumi, baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang halal. Yaitu diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas atau dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik) maksudnya bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai, darah, daging babi, dan lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal. 63).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Perintah ini (yakni memakan makanan yang halal lagi baik) ditujukan kepada seluruh manusia, baik dia seorang mukmin ataupun kafir. Mereka diperintahkan memakan apa yang ada di bumi, baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang halal. Yaitu diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas atau dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik) maksudnya bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai, darah, daging babi, dan lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal. 63).
Di
memberikan ancaman masuk neraka kepadardalam sebuah hadits, Nabi siapa saja yang mengkonsumsi makanan yang
haram, sebagaimana sabda beliau:
أَيُّمَا لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى لَهُ
“Daging mana saja yang tumbuh dari
sesuatu (makanan) yang haram, maka neraka lebih pantas (sebagai tempat tinggal,
pent) baginya”.
Demikian pula orang yang mengkonsumsi makanan yang haram, ia terancam ibadah (doa)nya tidak diterima dan dikabulkan oleh Allah, sebagaimana menceritakan adaryang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi seorang laki-laki yang sedang musafir rambutnya kusut dan penuh debu. Dia menadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdo’a: “Wahai Tuhanku , wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka : “Bagaimana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR.rkata Rasulullah Muslim II/703 no.1015)
Demikian pula orang yang mengkonsumsi makanan yang haram, ia terancam ibadah (doa)nya tidak diterima dan dikabulkan oleh Allah, sebagaimana menceritakan adaryang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi seorang laki-laki yang sedang musafir rambutnya kusut dan penuh debu. Dia menadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdo’a: “Wahai Tuhanku , wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka : “Bagaimana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR.rkata Rasulullah Muslim II/703 no.1015)
KAIDAH
FIQIH: HUKUM ASAL SEGALA SESUATU (MAKANAN, BINATANG, DLL) ADALAH HALAL KECUALI
JIKA ADA DALIL SYAR’I YANG MENGHARAMKANNYA.
:IKaidah ini disimpulkan oleh para ulama
dari beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya firman Allah
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa segala
sesuatu (termasuk makanan dan binatang) yang ada di bumi adalah nikmat dari
Allah, maka ini menunjukkan bahwa hukum asalnya adalah halal dikonsumsi dan
boleh dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, karena Allah tidaklah memberikan
nikmat kecuali yang halal dan baik.
Dan berdasarkan firman-Nya pula:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan
kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
(QS. Al-An’am: 119)
Maka semua makanan yang tidak ada
pengharamannya dalam syari’at Islam berarti hukumnya adalah halal sepanjang
tidak menimbulkan mudharat kepada dirinya. Demikian pula binatang yang tidak
ada pengharamannya dalam dalil-dalil syar’i dan tidak termasuk ke dalam
golongan binatang yang haram dikonsumsi, baik karena kesamaan jenis, bentuk
atau sifat, maka hukumnya halal dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan untuk
keperluan lain seperti dijadikan kendaraan, perhiasan, hiburan atau selainnya.
Hal , bahwatini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’ bersabda: “Apa saja yang dihalalkan oleh
Allah di dalamrRasulullah
kitabNya itulah yang halal, dan apa saja yang diharamkan oleh-Nya itulah
yang haram, adapun yang tidak dijelaskan, berarti termasuk yang dimaafkan
bagimu. Dan terimalah pemaafan Allah itu, karena Allah tidak mungkin melupakan
sesuatu, kemudian beliau membaca firman Allah:
وَماَ كَانَ رَبُّكَ نَسِيَّا
“Dan tidaklah Tuhanmu lupa”. (QS.
Maryam: 64.) (HR. Hakim II/406 no.3419 dan dia menshahihkannya).
MACAM-MACAM
MAKANAN:
Pada umumnya makanan yang sering dikonsumsi manusia
ada dua jenis, yaitu:
1. Makanan selain binatang (nabati), terdiri dari biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan semua bentuknya).
Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (II/453) menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini kecuali yang mengandung mudharat.
1. Makanan selain binatang (nabati), terdiri dari biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan semua bentuknya).
Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (II/453) menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini kecuali yang mengandung mudharat.
2. Binatang (hewani), yang terdiri dari
binatang darat dan binatang air.
Binatang darat ada dua macam;
1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak (Onta, sapi, kambing, ayam, bebek, dan semisalnya).
2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: Singa, serigala, ayam hutan, kuda liar dan sejenisnya.
1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak (Onta, sapi, kambing, ayam, bebek, dan semisalnya).
2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: Singa, serigala, ayam hutan, kuda liar dan sejenisnya.
Hukum binatang darat dengan kedua
bentuknya adalah halal kecuali yang diharamkan oleh syari’at. (Manhajus Salikin
hal. 52)
Binatang air juga terbagi menjadi 2:
1. Binatang yang hidup di air yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya.
2. Binatang yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting. (Lihat pembagian ini dalam Tafsir Al-Qurthubi VI/318 dan Al-Majmu’ IX/31-32)
1. Binatang yang hidup di air yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang sejenisnya.
2. Binatang yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting. (Lihat pembagian ini dalam Tafsir Al-Qurthubi VI/318 dan Al-Majmu’ IX/31-32)
Hukum binatang air bentuk yang pertama,
-menurut pendapat yang paling kuat- adalah halal untuk dikonsumsi secara
mutlak. Ini adalah pendapat Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, mereka berdalilkan
dengan keumuman :Idalil dalam masalah ini, di antaranya adalah firman
Allah
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” (QS. Al-Ma`idah: 96)
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu” (QS. Al-Ma`idah: 96)
:rDan sabda Rasulullah
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud I/69 no.83, At-Tirmidzi I/100 no.69, An-Nasa`i I/50 no.59, dan Ibnu Majah I/136 no.386. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Adapun bentuk yang kedua dari binatang air, yaitu binatang yang hidup di dua alam, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh binatang yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok karena ada hadits yang mengharamkannya. (Lihat Al-Majmu’ IX/32-33).
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud I/69 no.83, At-Tirmidzi I/100 no.69, An-Nasa`i I/50 no.59, dan Ibnu Majah I/136 no.386. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Adapun bentuk yang kedua dari binatang air, yaitu binatang yang hidup di dua alam, maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh binatang yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok karena ada hadits yang mengharamkannya. (Lihat Al-Majmu’ IX/32-33).
KRITERIA
MAKANAN ATAU BINATANG YANG DIHARAMKAN DALAM ISLAM
Di dalam syari’at Islam, makanan atau
binatang yang haram dikonsumsi itu ada dua jenis:
Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya). Maksudnya hukum asal dari makanan itu sendiri memang sudah haram.
di dalamr di dalam Al Qur’an dan sabda Nabi IBerdasarkan firman Allah hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di antaranya ialah:
1. DarahDarah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh :Idimakan karena sulit dihindari. Hal ini berdasarkan firman Allah
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya). Maksudnya hukum asal dari makanan itu sendiri memang sudah haram.
di dalamr di dalam Al Qur’an dan sabda Nabi IBerdasarkan firman Allah hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di antaranya ialah:
1. DarahDarah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh :Idimakan karena sulit dihindari. Hal ini berdasarkan firman Allah
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
2. Daging Babi
:IPara ulama telah sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
:IPara ulama telah sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah…”.
(QS. Al-Ma`idah: 3)
Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan (food additive).
Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran makanan (food additive).
Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
3. Khamar (minuman keras)
berfirman:IAllah
berfirman:IAllah
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi
nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS.
Al-Ma`idah: 90)
secara marfu’:tDan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan adalah haram, dan
semua khamar adalah haram”. (HR. Muslim III/1587 no.2003)
Dan dapat dianalogikan dengannya semua
makanan dan minuman yang bisa menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya
narkoba dengan seluruh jenis dan macamnya.
4. Semua Binatang Buas Yang Bertaring, Yang
Dengan Taringnya Ia Memangsa Dan Menyerang Mangsanya
bersabda:r, Rasulullah tSebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
bersabda:r, Rasulullah tSebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Semua binatang buas yang bertaring,
maka mengkonsumsinya adalah haram.” (HR. Muslim III/1534 no.1933).
, ia berkata:tJuga
apa yang diriwayatkan oleh Abu Tsa’labah Al-Khusyani
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
melarang memakan semua binatang buas yang mempunyair“Rasulullah taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).
melarang memakan semua binatang buas yang mempunyair“Rasulullah taring.” (HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).
Yang dimaksudkan di sini adalah semua
binatang buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk menghadapi dan
memangsa manusia dan binatang lainnya. (Lihat I’lamul Muwaqqi’in, karya Ibnul
Qayyim II/117).
5. Semua Jenis Burung Yang Bercakar, Yang
Dengan Cakarnya Ia Mencengkeram Atau Menyerang Mangsanya.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring danr“Rasulullah semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)
melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring danr“Rasulullah semua burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)
Yang dimaksud burung yang memiliki cakar
di atas adalah yang buas, seperti burung Elang dan Rajawali. Sehingga tidak
termasuk sebangsa ayam, burung berkata:tmerpati
dan sejenisnya. Abu Musa Al-Asy’ari
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا
memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)r“Saya melihat Rasulullah
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا
memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)r“Saya melihat Rasulullah
6. Semua Binatang Yang Diperintahkan Untuk
Dibunuh
Di antara binatang-binatang yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bersabda:rbahwa Nabi
Di antara binatang-binatang yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bersabda:rbahwa Nabi
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Lima binatang jahat yang boleh dibunuh,
baik di tanah haram (Mekkah dan Madinah, pent) atau di luarnya: tikus,
kalajengking, burung buas, gagak, dan anjing hitam.” (HR.Bukhari III/1204
No.3136, dan Muslim II/856 no.1198)
Demikian pula cecak, termasuk binatang
yang diperintahkan untuk dibunuh, , dia berkata:tsebagaimana diriwayatkan oleh Sa’ad bin
Abi Waqqash
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
“Bahwa
memerintahkan untuk membunuh cecak, dan beliau menamakannyarNabi Fuwaisiqah (binatang jahat yang kecil)”. (HR.
Muslim IV/1758 no.2238)
bersabda:rPada riwayat lain Nabi
مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِي الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِي الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
“Barangsiapa membunuh cecak dengan
sekali pukulan, ditulis baginya seratus kebajikan, barangsiapa yang membunuhnya
pada pukulan yang kedua maka baginya kurang dari itu, dan pada pukulan yang
ketiga baginya kurang dari itu.” (HR. Muslim IV/1758 no.2240)
memerintahkan agarrDi dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi membunuh binatang -binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab, jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.
memerintahkan agarrDi dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi membunuh binatang -binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab, jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.
7. Semua Binatang Yang Dilarang Untuk
Dibunuh.
Di antara binatang yang dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
Di antara binatang yang dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ وَالصُّرَدُ
“Sesungguhnya melarang membunuh empat jenis binatang,
yaitu: semut, lebah,rNabi burung
hud-hud dan burung shurad (sejenis burung gereja).” (HR. Abu Daud II/789
no.5267. Dan Syaikh Al-Albani men-shahih-kannya).
Menurut pendapat sebagian ulama, kodok
juga termasuk binatang yang tidak boleh , iatdibunuh. Sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abdurrahman bin Utsman berkata:
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا
tentangr“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah melarangnya untukrkodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya).
أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا
tentangr“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah melarangnya untukrkodok yang dia racik sebagai obat, maka Nabi membunuhnya.” (HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih-kannya).
Di
melarang membunuh binatang-binatang itu,rdalam hadits tersebut, Nabi berarti dilarang pula memakannya. Sebab, jika
binatang itu termasuk yang boleh dimakan, bagaimana cara memakannya kalau
dilarang membunuhnya?
8. Keledai jinak (bukan yang liar)
Ini merupakan pendapat Empat Imam
madzhab selain Imam Malik dalam sebagian , iatriwayat darinya. Hal ini berdasarkan
hadits Anas bin Malik yang berseru:rberkata:
Bahwa ada seorang pesuruh Rasulullah
إِنَّ الله ورسوله يَنْهَيَاكُمْ عَنْ لُحُوْمِ ِالْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
melarang kalian untuk memakan daging-daging keledai yang jinak, karena dia
adalah najis”. (HR. Bukhari V/2103 no.5208, dan Muslim III/1540 no.1940)
, ia berkata:tAdapun
keledai liar, maka halal dikonsumsi. Sebagaimana hadits Jabir
أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ، وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
“Saat r(perang) Khaibar, kami memakan kuda dan
keledai liar, dan Nabi melarang kami
dari (memakan) keledai jinak”. (HR. Muslim III/1541 no.1941, dan Imam Ahmad
III/322 no.14490)
Inilah pendapat yang paling kuat,
sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di
kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”. (Lihat Al-Mughni beserta
Asy-Syarhul Kabir IX/65).
9. Binatang Yang Lahir Dari Perkawinan Dua
Jenis Binatang Yang Berbeda, Yang Salah Satunya Halal Dan Yang Lainnya
Haram.
Hal ini karena menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.
berkata:tJabir bin Abdullah
Hal ini karena menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.
berkata:tJabir bin Abdullah
حَرَّمَ رسول الله صلى الله عليه وسلم – يَعْنِي يَوْمَ خَيْبَرٍٍ – لُحُوْمَ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ، وَلُحُوْمَ الْبِغَالِ
“Rasulullah mengharamkan -yakni pada saat perang Khaibar-
daging keledai jinakr dan daging bighal.” (HR. Ahmad III/323 no.14503, dan
At-Tirmidzi IV/73 no.1478)
Dan keharaman ini berlaku untuk semua
hewan hasil peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan hewan yang haram
dimakan.
10. AnjingPara
ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, karena ia termasuk binatang telah mengharamkan hargarbuas
yang bertaring. Di samping itu Nabi
jual-beli anjing dan menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk, , ia
berkata:tsebagaimana
diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshari
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
melarang dari harga (jual-beli) anjing, upahr“Bahwa Rasulullah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)
bersabda:r, bahwa Rasulullah tDan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
melarang dari harga (jual-beli) anjing, upahr“Bahwa Rasulullah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)
bersabda:r, bahwa Rasulullah tDan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Harga (jual-beli) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)
bersabda:rDan diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)I“Sesungguhnya jika Allah
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)I“Sesungguhnya jika Allah
Diriwayatkan , ia berkata: “Kami
diperintahkan untuk membunuhtdari Ibnu Umar
anjing, kecuali anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga tanaman.”
(HR. Muslim III/1200 no.1571)
11. Binatang Yang Buruk Atau
Menjijikkan.
Semua yang menjijikkan –baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:
Semua yang menjijikkan –baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ
) mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”
(QS. Al-A’raf: 157)r“Dan dia (Muhammad
Namun kriteria binatang yang buruk dan
menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti berbeda. Ada yang menjijikkan
bagi seseorang misalnya, tetapi tidak menjijikkan bagi yang lainnya. Maka yang
dijadikan standar oleh para ulama’ adalah tabiat dan perasaan orang yang normal
dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya memakan apa saja.
Karena kepada merekalah Al-Qur’an diturunkan pertama kali dan dengan bahasa
merekalah semuanya dijelaskan. Sehingga merekalah yang paling mengetahui mana
binatang yang menjijikkan atau tidak. (lihat penjelasan syekhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa IX/26, dan seterusnya).
Kalau binatang itu tidak diketahui oleh
orang Arab, karena tidak ada binatang sejenis yang hidup di sana, maka
dikiyaskan (dianalogikan) dengan binatang yang paling dekat kemiripannya dengan
binatang yang ada di Arab. Jika ia mirip dengan binatang yang haram maka
diharamkan, dan sebaliknya. Tetapi jika tidak ada yang mirip dengan binatang tersebut
maka dikembalikan kepada urf (tradisi/penilaian) masyarakat setempat. Kalau
mayoritas mereka menganggapnya tidak menjijikkan, maka Imam at-Thabari
membolehkan untuk dimakan, karena pada asalnya semua binatang boleh dimakan,
kecuali kalau itu mengandung mudharat.
12. Semua makanan yang bermudharat terhadap
kesehatan manusia -apalagi kalau sampai membunuh diri- baik dengan segera
maupun dengan cara perlahan.
Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang
sejenisnya.
berfirman:IAllah
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
berfirman:IAllah
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
bersabda:rJuga Nabi
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri
dan tidak boleh membahayakan orang lain”. (HR. Ahmad I/313 no.2867, dan Ibnu
Majah no.2431)
Kedua:
Haram Lighairihi (makanan yang haram karena faktor
eksternal). Maksudnya hukum asal makanan itu sendiri adalah halal, akan tetapi
dia berubah menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan
makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri atau dibeli dengan uang
hasil korupsi, transaksi riba, upah pelacuran, sesajen perdukunan, dan lain
sebagainya.
1. Binatang Disembelih Untuk Sesaji
Hewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana firman Allah :I
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
1. Binatang Disembelih Untuk Sesaji
Hewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana firman Allah :I
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
2. Binatang Yang Disembelih Tanpa Membaca
Basmalah
Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan berfirman: Al An’am, 6:121.Idagingnya kecuali jika lupa. Allah
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)
Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan berfirman: Al An’am, 6:121.Idagingnya kecuali jika lupa. Allah
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)
3. Bangkai berfirman:IYaitu semua binatang yang mati tanpa
penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan. Allah
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Jenis-jenis
bangkai berdasarkan ayat di atas:
1. Al-Munhaniqoh, yaitu binatang yang
mati karena tercekik.
2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal secara marfu’:tini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal secara marfu’:tini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa saja yang terpotong dari binatang
dalam keadaan binatang itu masih hidup, maka potongan itu adalah bangkai”. (HR.
Ahmad V/218 no.21953, Abu Daud II/123 no.2858, At-Tirmidzi IV/74 no.1480, dan
ia men-shahih-kannya).
Diperkecualikan darinya 3 bangkai,
ketiga bangkai ini halal dimakan:
1. Ikan, karena dia termasuk hewan air
dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal bangkainya
kecuali kodok.
bersabda:r, bahwa Rasulullah t2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar
bersabda:r, bahwa Rasulullah t2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
bersabda:r, bahwa Nabi t3.
Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits
Abu Sa’id Al-Khudri
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)
Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.
4. Makanan Halal Yang Diperoleh Dengan Cara
Haram
Pada dasarnya semua makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh . Misalnya, makanan hasil curian,Idengan cara yang diharamkan Allah atau dibeli dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah :I
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Pada dasarnya semua makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh . Misalnya, makanan hasil curian,Idengan cara yang diharamkan Allah atau dibeli dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah :I
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
5. Jallalah
Yaitu binatang yang sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan selainnya.
Hukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. , ia berkata:tHal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
Yaitu binatang yang sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan selainnya.
Hukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. , ia berkata:tHal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
“Rasulullah melarang memakan Jallalah dan meminum
susunya.” (HR.Abu Daud II/379r No. 3785, dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
berkata:tDalam riwayat lain, Abdullah bin Umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787).r“Rasulullah
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787).r“Rasulullah
Agar Jallalah tersebut menjadi halal
diharuskan untuk dikurung minimal tiga hari, dan diberi makanan yang bersih
atau suci, sebagaimana yang , bahwa ia pernah mengurung ayamtdicontohkan
oleh Abdullah bin Umar yang suka makan
feses (kotoran atau najis) selama tiga hari. (Hadits Shahih riwayat Ibnu Abi
Syaibah. Lihat Irwa’ Al-Ghalil, karya Syaikh Al-Albani No.2504).
Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).
Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’, karya An-Nawawi IX/28).
6. Semua Makanan Halal Yang Tercampur Najis
Contohnya seperti mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam ditanya tentang minyakrhadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi samin (lemak) yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:
Contohnya seperti mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam ditanya tentang minyakrhadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa Nabi samin (lemak) yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:
أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ . وَكُلُوا سَمْنَكُمْ
“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)
“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233, 234)
Jadi jika yang kejatuhan najis adalah
makanan padat, maka cara membersihkannya adalah dengan membuang najisnya dan
makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk dimakan. Akan tetapi
jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa cairan, maka hukumnya
dirinci; jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau, rasa, dan
warna), maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi,
demikian pula sebaliknya.
Demikian pembahasan tentang kaidah dan
kriteria makanan dan binatang yang diharamkan dalam agama Islam yang dapat kami
sebutkan. Semoga apa yang kami tulis menjadi amal shalih dan ilmu yang
bermanfaat bagi penulisnya maupun pembaca semuanya.
HALALKAH IKAN YANG
MEMAKAN KOTORAN MANUSIA
Oleh: Ustadz Sigit Pranowo, Lc. al-Hafidz
Ikan (Hewan) yang memakan
kotoran manusia termasuk didalam kategori "Al-Jallalah". Maksud
Al-Jallalah yaitu setiap hewan yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran
seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi
Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa
beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih
sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648). “Dari Ibnu Umar
berkata: Rasulullah melarang dari jallalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud
no. 2558 dengan sanad shahih).
“Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang
dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan
Ibnu Majah: 3189).
“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya
berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan
memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari
9/648).
Al Khottobi mengatakan bahwa manusia telah berbeda
pendapat tentang memakan daging dan susu binatang jallalah. Para ulama Syafi’i
dan Ahmad bin Hambal mengatakan bahwa ia tidak boleh dimakan sehingga dikurung selama
beberapa hari yang diberi makan dengan makanan yang suci dan apabila dagingnya
sudah baik maka tidak apa-apa untuk dimakan.
Diriwayatkan didalam sebuah hadits bahwa sapi dikurung
dan diberi makan dengan makanan yang suci selama 40 hari kemudian boleh dimakan
dagingnya. Ibnu Umar pernah mengatakan bahwa ayam dikurung selama tiga hari
kemudian disembelih.
Sedangkan Ishaq bin Rohuyah mengatakan tidak masalah
dagingnya (jallalah) dimakan setelah dicuci bersih. Al Hasan al Bashri tidak
melihat ada masalah tentang makan daging jallalah, begitu pula dengan Malik bin
Anas. Ibnu Ruslan didalam “Syarh as Sunan” bahwa tidak ada batasan waktu
tertentu dalam pengurungan jallalah, sebagian ada yang berpendapat terhadap
onta dan sapi adalah 40 hari sedangkan kambing 7 hari, ayam 3 hari dan inilah
pilihannya dalam kitab al Muhadzab wa at Tahrir. (Aunul Ma’bud juz X hal 187)
Para ulama yang memakruhkan dan tidak membolehkan
memakan daging jallalah bersepakat membolehkan makan daging tersebut setelah
binatang itu dikurung dalam batas waktu tertentu dan diberi makan dengan
makanan yang baik sehingga daging itu menjadi baik kembali. Hal itu dikarenakan
yang menjadi sebab tidak dibolehkannya adalah adanya perubahan pada dagingnya
dan ketika sebab itu hilang dengan dikurung maka binatang itu tidak disebut
lagi dengan jallalah.
Adapun apabila binatang itu tidak dikurung terlebih
dahulu maka pendapat yang kuat—wallahu a’lam—adalah makruh dimakan dagingnya,
makruh pula telur, susu atau menaikinya tanpa menggunakan alas duduk. Pendapat
ini dipilih oleh al Khottobi terhadap hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi saw melarang
dari meminum susu jallalah.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan an Nasai dengan
mengatakan,’makruh memakan daging dan susunya demi kebersihan dan
kesucian.’—Ma’alimus Sunan juz V hal 306. (www.islamweb.net)
Pendapat yang bisa dipakai untuk menguatkan hal ini
adalah apa yang dikatakan oleh Imam Malik bahwa kotoran yang dimakan oleh
binatang jallalah tersebut telah berubah menjadi dagingnya sebagaimana darah
yang berubah menjadi daging. Pernyataan ini seolah-olah mengatakan bahwa
kotoran yang dimakan tersebut tidaklah ada pengaruhnya sama sekali terhadap bau
maupun rasa dari daging binatang tersebut.
Dengan demikian diperbolehkan menjualnya baik sebelum
maupun setelah dikurung dan diberikan makanan yang baik. Akan tetapi menjualnya
setelah dikurung lebih baik daripada sebelum dikurung demi menjaga kebersihan
dari dagingnya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar